Permendikbud Nomor 75 dikhawatirkan permudah pungutan sekolah

id Permendikbud Nomor 75 dikhawatirkan permudah pungutan sekolah

Permendikbud Nomor 75 dikhawatirkan permudah pungutan sekolah

ilustrasi (antarafoto.com) (antarafoto.com)

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Institute for Development and Economic Analysis atau "Idea" mengkhawatirkan munculnya Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 75 Tahun 2016 akan semakin memperlonggar praktik pungutan liar yang dilakukan oleh komite sekolah.

Deputi Program Advokasi Anggaran Idea, Tenti di Yogyakarta, Selasa, mengatakan kekhawatiran itu muncul karena Komite Sekolah yang sebelumnya tidak diperkenankan melakukan penggalangan dana, maka saat ini menjadi sah dan legal menghimpun dana-dana dari masyarakat.

"Sehingga sebelum diberi kewenangan menggalang dana masyarakat, Komite Sekolah harus direvitalisasi terlebih dahulu," kata Tenti.

Seperti diketahui, Pada Pasal 10 dan 11 Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang diundangkan pada 30 Desember 2016 mengatur tentang diperbolehkannya Komite Sekolah melakukan Penggalangan Dana dan Sumberdaya Pendidikan lainnya. Sesuai peraturan itu, dana dapat digalang dari masyarakat secara luas, berasal dari alumni, atau institusi lainnya dalam bentuk sumbangan atau bantuan.

"Namun pada kenyataannya penggalangan dana seperti yang terjadi di masyarakat saat ini banyak dilakukan kepada orang tua/wali murid peserta didik," kata dia.

Apalagi penggalangan dana yang seharusnya berbentuk sumbangan, menurut dia, justru dihimpun layaknya pungutan.

Kaidah utama dalam menarik sumbangan yakni adanya unsur sukarela atau `tidak memaksa`, menurut dia, sulit diwujudkan di institusi pendidikan. "Kebanyakan sumbangan namun `rasa pungutan`," kata dia.

Oleh sebab itu, menurut Teti, Permendikbud nomor 75 sebaiknya direvisi terlebih dahulu sebelum secara penuh diberlakukan. Revisi yang dimaksud, yakni dengan merevitalisasi dan memperkuat kinerja Komite Sekolah terlebih dahulu. Mereka harus memahami terlebih dahulu bagaimana tata kelola anggaran, serta bagaimana mewujudkan rencana anggaran sekolah yang partisipatif.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan diterbitkannya Permendikbud Nomor 75 justru mempertegas batasan peran Komite Sekolah. Dalam peraturan itu, Komite tidak lagi ikut serta dalam merumuskan pungutan bersama pihak sekolah.

"Dulu justru yang berperan aktif menyusun kebutuhan sekolah adalah komite. Sekarang tidak lagi, pungutan hanya bisa dilakukan sekolah," kata dia.

Aji mengakui, hingga saat ini baik SMA maupun SMK memang masih membutuhkan dana sumbangan bahkan pungutan untuk mencukupi kebutuhan operasional sekolah. Dana bantuan dari pemerintah berupa dana bantuan operasional sekolah (BOS) senilai Rp1.400.000 serta berbagai beasiswa belum cukup mengurangi beban operasional sekolah.

"Meski pungutan tetap kami batasi hanya selisih antara kebutuhan sekolah dengan bantuan yang diterima dari pemerintah," kata dia.




(T.L007)