Bantul belum disiplin terapkan kriteria desa wisata

id desa wisata, badtul

Bantul belum disiplin terapkan kriteria desa wisata

Salah satu desa wisata di Bantul, yaitu Desa wisata Tembi ( Foto Istimewa)

Bantul, 18/3 (Antara) - Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, belum disiplin dalam menerapkan kriteria desa wisata sehingga banyak bermunculan desa wisata tanpa pengelolaan yang profesional.

"Harus kami akui bahwa kami belum disiplin menerapkan kriteria desa wisata sehingga banyak desa wisata yang belum dikelola profesional dan masih amatiran," kata Wakil Bupati Bantul Abdul Halim Muslih di Bantul, Sabtu.

Menurut dia, karena belum ada penerapan kriteria standar desa wisata di Bantul, maka banyak bermunculan atau deklarasi-deklarasi desa wisata oleh masyarakat setempat tanpa konsep yang matang.

Ia mengatakan bahkan ada salah satu desa tertentu melakukan peresmian desa wisata hanya karena akan didatangi pejabat negara agar mendapat perhatian pemerintah, padahal masyarakat itu belum punya perencaan ke depan.

"Terlampau sering deklarasi-deklarasi desa wisata yang akhirnya hanya tinggalkan monumen, kondisi ini menunjukkan budaya disiplin kriteria desa wisata belum ada. Kalau kriteria itu ada pasti jumlah desa wisata di Bantul tidak banyak," katanya.

Halim sapaan akrabnya mengatakan, semangat masyarakat untuk mengembangkan desa wisata memang tinggi, akan tetapi kalau tidak dibarengi dengan perencanaan detail dan pengelolaan yang profesional, budaya pariwisata tidak jalan.

"Misal di Kedung Miri itu ada panggung terbuka di terasiring sawah, itu bagus. Tapi sampai sekarang pengelolanya belum jelas. Juga di Trimulyo sudah lama dideklarasikan, tapi siapa yang mengelola pihak desa tidak tahu," katanya.

Selain disiplin kriteria, lanjut Wabup, desa-desa wisata di Bantul mayoritas belum mampu menonjolkan potensi yang khas masing-masing desa, sehingga tidak sedikit desa wisata yang ada meniru khas desa wisata lain yang berhasil berkembang.

Halim mencontohkan, Dusun Giriloyo Wukirsari sebagai desa wisata batik yang terkenal sejak dulu itu, oleh masyarakat desa yang lain dicoba diduplikasi, seperti Kebon Agung dan Karang Tengah mencoba menawarkan wisata batik.

"Pemerintah juga kesulitan bagaimana cara mengeleminasi duplikasi yang serampangan itu, itu tidak mudah. Dan kalau semuanya ini akan menjadi desa wisata batik kan tidak ada kekhasan," katanya. ***1***
Pewarta :
Editor: Eka Arifa Rusqiyati
COPYRIGHT © ANTARA 2024