UGM integrasikan kearifan lokal-teknologi digital pantau bencana

id dwikorita

UGM integrasikan kearifan lokal-teknologi digital pantau bencana

Rektor UGM Prof Dr Dwikorita Karnawati (Foto Antara)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengintegrasikan konsep ilmu titen yang merupakan kearifan lokal masyarakat Indonesia dengan teknologi digital untuk melakukan pemantauan dan peringatan dini terhadap bencana seperti tanah longsor.
     "Integrasi antara ilmu titen dan teknologi tersebut saat ini sudah terpasang di 21 provinsi dan ratusan desa di Indonesia. Bahkan, juga sudah terpasang di Myanmar dan Tiongkok," kata Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Dwikorita Karnawati di Yogyakarta, Rabu.
     Menurut dia, pemanfaatan dan pengembangan ilmu titen, yang notabene merupakan pemanfaatan "local wisdom" (kearifan lokal) masyarakat Indonesia, dimulai sebelum tahun 2000, termasuk 1996 ketika dirinya baru lulus program doktoral.
     Melalui Tim Pengurang Risiko Gempa dan Longsor UGM yang dipimpinnya, Dwikorita melakukan riset mengenai kearifan lokal masyarakat Indonesia, termasuk pemahaman para leluhur ketika mengamati akan datangnya suatu bencana. Titen diambil dari Bahasa Jawa yang berarti awas atau waspada.
     "Sayangnya, karena perkembangan zaman, banyak generasi sekarang yang tidak menerapkan atau bahkan tidak memahami ilmu titen tersebut yang dianggap kuno. Ilmu titen memang berasal dari istilah Jawa, tetapi konsep tersebut bisa diterapkan dimana pun," katanya.
     Contoh ilmu titen, jika lereng menggembung, tiba tiba muncul air pada lereng atau mendadak tanah retak, para leluhur sudah curiga akan terjadi longsor. Begitu pula ketika pohon tiba-tiba menjadi miring atau pintu dan jendela rumah menjadi susah dibuka, sejak dahulu sudah dipahami sebagai pertanda bencana akan datang.
     "Begitu pula air sungai yang mendadak keruh, meskipun hujan belum turun, menjadi pertanda bahwa daerah hulu sungai terjadi erosi yang bisa berdampak pada bagian hilir," kata Guru Besar Fakultas Teknik UGM itu.
     Untuk membuktikan kebenaran ilmu titen, secara ilmiah Dwikorita dan kawan-kawan juga melakukan riset dengan perhitungan numerik. Dari sana didapatkan tentang kebenaran kearifan lokal tersebut.
     "Riset yang kami lakukan adalah riset numerik, matematik, dan dengan pemodelan komputer yang diverifikasi di lapangan. Melalui riset tersebut, kami menjustifikasi apakah ilmu titen benar atau salah. Kalau benar, kami kembangkan dan padukan dengan teknologi modern," katanya.
     Dari sanalah, UGM di bawah kepemimpinan Dwikorita kemudian mengembangkan dan mengangkat riset tersebut menjadi program universitas. Hasilnya, sistem yang terintegrasi antara "human sensor" dan "instrument sensor" tersebut sekarang telah menjadi rujukan nasional melalui Standar Nasional Indonesia (SNI).
     Bahkan, lanjut Dwikorita, saat ini sedang dipersiapkan oleh International Standardization Organization (ISO) sebagai rujukan dunia.
     Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan pentingnya pemanfaatan ilmu titen dalam mengurangi risiko bencana.
     "Pengurangan risiko bencana di Jawa Tengah digerakkan dengan memberdayakan seluruh komunitas lewat pengalaman dan memberikan penekanan pada ilmu titen tersebut," kata Ganjar.

(B015)






















Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024