Tempat Pembuangan Sampah Piyungan tumpuan 450 pemulung

id pemulung

Tempat Pembuangan Sampah Piyungan tumpuan 450 pemulung

Sejumlah pemulung mencari sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul, Yogyakarta (FOTO ANTARA)

Bantul (Antara) - Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Piyungan di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi tumpuan hidup bagi sekitar 450 pemulung dari berbagai daerah.

"Jumlah pemulung yang terdaftar di Komunitas Mardiko sebanyak 450 orang. Kegitan mereka sehari-hari mengumpulkan sampah dan menjual ke pengepul," kata Ketua Komunitas Pemulung Makaryo Adi Ngayogyokarto (Mardiko) Piyungan Maryono di Bantul, Jumat.

Menurut dia, pemulung yang sehari-hari bekerja di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan atau pusat pembuangan sampah yang diproduksi tiga daerah di DIY yaitu Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta itu tidak semuanya warga Bantul.

Ia mengatakan di antara mereka ada yang berasal dari Purwodadi, Magelang (Jawa Tengah), Riau, Bandung (Jawa Barat) hingga Flores. Bahkan kalau dipersentase pemulung yang berasal dari Bantul hanya sekitar 40 persen.

"Setiap hari setelah bekerja mereka tinggal di lapak-lapak yang dibuat di sekitar TPST Piyungan, dan biasanya dua minggu atau sebulan sekali mereka pulang ke rumah asal masing-masing," kata dia.

Maryono mengatakan sampah-sampah yang dibuang di TPST Piyungan tersebut oleh pemulung dipilah dan kemudian dipungut dan dijual ke pengepul setempat.

Dia mengaku setiap orang bisa mendapat uang Rp40 ribu sampai Rp50 ribu per hari.

"Hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Bagi kami daripada mengemis atau meminta-minta di jalanan lebih baik menjadi pemulung sampah. Apalagi katanya pemulung itu pahlawan lingkungan," katanya.

Ia mengatakan para pemulung yang mengandalkan sampah di TPST Piyungan ini juga mendapat perhatian dari pemerintah desa maupun lembaga peduli pemberdayaan masyarakat di antaranya dengan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat.

Sementara itu, seorang pemulung di TPST Piyungan Martinem mengatakan memulung sampah untuk dijual ke pengepul sudah dilakoni sejak tujuh tahun lalu, meski diakui pekerjaannya rawan terkena penyakit seperti Ispa dan gatal-gatal.

"Tidak ada pekerjaan lain selain memulung sampah, meski hasilnya tidak tentu. Kalau pas tangan kiri kanan gatal-gatal, selama ini obatnya hanya salep yang dibeli di apotik, tidak pernah periksa ke dokter," katanya.

(KR-HRI)