Yogyakarta, (Antara Jogja) - Akademisi dari Florida State University, Amerika Serikat (AS), John van Doren mengatakan berbagai kebijakan Presiden AS Donald Trump menuai banyak kritik karena dinilai kontroversial.
"Sosok Donald Trump yang gencar mengusung jargon membangkitkan kembali kejayaan AS itu dianggap mengancam prinsip dasar konstitusi negeri Paman Sam," katanya di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Senin.
Saat memberikan kuliah umum bertajuk "Separation of Powers in the United States: Who Holds the Trump Card?", ia mengatakan prinsip itu adalah pembagian kekuasaan negara ke dalam tiga cabang yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
"Oleh para pengkritiknya, Trump dituding sebagai seorang otokrat yang cenderung memusatkan kekuasaan negara pada dirinya," katanya.
Kritik itu, menurut dia, didasarkan pada kebijakan-kebijakan kontroversial Trump yang dinilai melangkahi dan mengintervensi wewenang lembaga negara lainnya seperti Mahkamah Agung dan Kongres.
Ia mencontohkan, belum lama ini Donald Trump memutuskan bahwa AS harus menarik diri dari perjanjian perdagangan seperti Trans-Pacific Partnership (TPP). Perjanjian itu memungkinkan dibukanya kawasan perdagangan bebas yang melingkupi kawasan Asia Pasifik.
"Keluarnya AS dari TPP dikhawatirkan akan semakin memperkuat posisi Tiongkok. Selain itu, Trump juga berencana memberlakukan tarif baru bagi barang impor Tiongkok, dan ini bisa memicu perang dagang yang membuat perekonomian tidak stabil," katanya.
Namun, menurut dia, kebijakan Trump yang dinilai paling kontroversial adalah pelarangan masuk ke AS bagi imigran baru dari enam negara mayoritas Muslim yakni Iran, Somalia, Sudan, Yaman, Suriah, dan Libya.
Ia mengatakan, belakangan Trump merevisi kebijakannya dengan mengeluarkan Irak dari daftar pelarangan. Kebijakan itu mendapat penentangan yang luas dari publik AS sendiri.
"Bahkan, beberapa pengadilan federal di negara bagian AS ramai-ramai menolak implementasi ebijakan Trump di wilayah hukumnya," kata dia.
Rektor UII Nandang Sutrisno mengatakan, kuliah umum itu memiliki relevansi di mana mahasiswa juga perlu membuka wawasan terhadap perkembangan situasi dunia seperti di AS yang selama ini menjadi mitra Indonesia. Perubahan kebijakan di AS juga dapat membawa dampak bagi Indonesia.
"Indonesia dan AS merupakan negara yang sama-sama menerapkan prinsip pemisahan kekuasaan, tetapi penerapannya bervariasi di masing-masing negara. Kami berharap dengan mengikuti kuliah itu mahasiswa mendapat pelajaran agar lebih dewasa dalam berdemokrasi dan `melek` politik," katanya.
(U.B015)
Berita Lainnya
Penerapan WFH-WFO ASN kebijakan responsif, beber pengamat
Minggu, 14 April 2024 17:27 Wib
Kurangi penumpukan arus balik, kebijakan WFH-WFO ASN
Sabtu, 13 April 2024 16:56 Wib
KPPU RI: Setiap bulan, tujuh maskapai terlapor harus laporan setiap kebijakan baru
Sabtu, 6 April 2024 3:57 Wib
KPU RI: Kebijakan internal Jika PDIP tak lantik caleg
Rabu, 20 Maret 2024 17:12 Wib
Dirjen Pajak: Pemerintah terus mengkaji kebijakan kenaikan PPN 12 persen
Selasa, 19 Maret 2024 16:27 Wib
BSKDN Kemendagri-Universitas Inha Korsel tingkatkan kualitas publik
Kamis, 14 Maret 2024 6:24 Wib
UE meminta Israel berhenti halangi akses bantuan ke Gaza
Rabu, 13 Maret 2024 16:13 Wib
Agromaritim agar masuk kebijakan pemerintah, harap Alumni IPB
Kamis, 29 Februari 2024 5:11 Wib