ATVSI: Indonesia perlu rencana strategis penyiaran nasional

id ATVSI: Indonesia perlu rencana strategis penyiaran nasional

ATVSI: Indonesia perlu rencana strategis penyiaran nasional

Ketua ATVSI Ishadi SK (kiri) menjadi narasumber pada bincang-bincang dunia penyiaran masa depan (Foto Antara/ Bambang Sutopo Hadi)

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Indonesia perlu membuat rencana strategis penyiaran nasional untuk mengantisipasi perkembangan teknologi penyiaran, kata Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi SK.

"Rencana strategis itu setidaknya mengatur tentang ketersediaan spektrum frekuensi di era digital, proses migrasi digital termasuk tanggal analog `switch off`," katanya pada bincang-bincang "Dunia Penyiaran Masa Depan", di Yogyakarta, Jumat.

Rencana strategis itu juga perlu mengatur tentang antisipasi pengembangan dan teknologi penyiaran masa depan, studi keekonomian dalam rangka menciptakan industri penyiaran yang sehat, serta pemenuhan dan pemerataan informasi kepada masyrakat.

Selain itu, sinergitas dan optimalisasi peran serta industri penyiaran dalam penyusunan kebijakan penyiaran dan perizinan sangat diperlukan.

Oleh karena itu, perlu dibentuk wadah perhimpunan berbagai organisasi media penyiaran radio dan televisi yang ada agar aspirasi industri penyiaran dapat diakomodasi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) dan Rencana Strategis Penyiaran.

Ia mengatakan, ATVSI mengusulkan mekanisme pembatalan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) harus melalui mekanisme dan prosedur yang ketat. Dalam hal ini harus ada mekanisme keberatan bagi pemegang IPP atas pembatalan IPP melalui jalur peradilan dan hanya mengikat jika sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

"Pembatalan IPP melalui mekanisme peradilan akan memberi kepastian hukum bagi keberlangsungan usaha dan perlindungan terhadap investasi yang telah dilakukan," kata Ishadi.

Sekjen ATVSI Neil R Tobing mengatakan saat ini industri penyiaran Indonesia khususnya televisi sedang menanti revisi UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2012 yang sudah sampai tahapan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Draf revisi RUU Penyiaran inisiatif DPR RI yang beredar di masyarakat saat ini adalah versi tanggal 6 Februari 2017 yang dinilai masih jauh dari harapan dalam menciptakan industri penyiaran yang sehat.

Terkait draf RUU Penyiaran tersebut, menurut dia, ATVSI telah diundang Baleg DPR RI pada 3 April 2017 untuk memberikan tanggapan dan masukan mengenai beberapa isu penting yang menjadi ruh dari RUU Penyiaran.

"ATVSI juga telah menyampaikan naskah akademik dan draf RUU kepada Baleg dan Panja RUU Penyiaran DPR RI," katanya.

Ia mengemukakan, ada tujuh isu penting yang perlu disepakati "stakeholder" penyiaran dalam RUU Penyiaran, yakni rencana strategis dan "blue print digital", pembentukan wadah dan keterlibatan Asosiasi Media Penyiaran Indonesia dalam perizinan dan kebijakan penyiaran digital termasuk pembentukan Badan Migrasi Digital yang bersifat ad hoc.

Selain itu, penerapan sistem hibrid dalam penyelenggaraan penyiaran multipleksing sebagai bentuk nyata demokratisasi penyiaran, durasi iklan komersial dan iklan layanan masyarakat, pembatasan tayangan iklan rokok, siaran lokal, dan proses pencabutan IPP.

Menurut dia, RUU Penyiaran harus visioner dan dapat mengantisipasi perkembangan teknologi serta dapat memenuhi keinginan masyarakat terhadap kebutuhan konten penyiaran yang baik dan berkualitas.

"Oleh karena itu, penyusunan RUU Penyiaran harus melibatkan pemangku kepentingan seperti pelaku industri penyiaran, regulator, dan industri terkait lainnya," kata Neil.

(U.B015)
Pewarta :
Editor: Luqman Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2024