Pemkab Kulon Progo dampingi perbaikan tanaman teh

id teh

Pemkab Kulon Progo dampingi perbaikan tanaman teh

Ilustrasi perkebunan teh (antaranews.com) (antaranews.com)

Kulon Progo (Antara Jogja) - Dinas Pertanian dan Pangan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan mendampingi petani memperbaiki tanaman teh dalam rangka mendukung pengembangan agrowisata.

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Widi Astuti di Kulon Progo, Jumat, mengatakan saat jumlah batang teh setiap hektare baru mencapai 3.000 sampai 6.000 batang per hektare.

"Ke depan, kami targetkan 8.000 batang teh per hektare sehingga perlu ada intensifikasi tanaman teh," kata Widi.

Ia mengatakan tanaman teh di Kulon Progo hanya bisa tumbuh di Kecamatan Girimulyo dan Samigaluh. Teh merupakan komoditas unggulan perkebunan sehingga perlu perbaikan tegakan dan perawatan.

"Komoditas teh menjadi salah satu pendukung pengemgangan kawasan agrowisata di wilayah Perbukitan Menoreh. Kami menyadari perlu adanya upaya perbaikan kualitas teh guna meningkatkan hasil petikan," katanya.

Widi mengatakan sejak 2015, Pemprov DIY sudah memberikan bantuan untuk program intensifikasi dan ekstensifikasi tanaman teh. Pemda DIY juga memberikan bangunan pusat pengolahan teh mandiri pada 2016.

"Saat ini, petani teh melalui kelompok sudah memproduksi teh dengan skala kecil untuk memenuhi kebutuhan wisatasan dan pasar lokal. Kami mendorong petani teh berinovasi supaya produk mereka dapat diterima pasar luas," katanya.

Salah satu petani teh Samigaluh Sukohadi mengatakan dirinya memproduksi teh dengan berbagai rasa seperti teh pegagan, ada teh wangi, ada teh sangit, ada lagi yang namanya teh putih.

"Sebelumnya, hasil petikan teh disetor ke pabrik PT Pagilaran dengan harga Rp1.000 per kilogram. Kami menganggap harga ini murah, kemudian kami mengolahnya sendiri dan berkelompok. Kami mengolah menjadi beberapa jenis teh yang unik baik nama maupun rasanya," kata Sukohadi.

Ia mengatakan salah satu yang menarik dari berbagai produk teh rakyat tersebut adalah "teh sangit" serta teh yang disebut "white-tee" teh putih. Dua teh ini bahan dan penanganannya cukup rumit dan eksklusif, baik bahan maupun cara mengolahnya.

Menurut dia, white-tea memang warnanya putih, warna asli pucuk teh. Untuk mengeringkannya tidak perlu panas matahari sedikitpun agar khasiat pucuk tehnya utuh.

"Teh putih ini, kami memetiknya harus sebelum matahari bersinar. Habis shalat Subuh kami lakukan pemetikan paling setengah jam hingga satu jam. Kalau sampai kena sinar matahari khasiatnya jadi beda," katanya.

Sukohadi mengatakan untuk mengeringkan teh putih, hanya dengan di angin anginkan saja, tidak dengan panas api. Aturan itu dijaga ketat. White-tee itu disedu untuk minuman istimewa. Di Bali harganya Rp3,5 juta per kilogram. Konsumennya kebanyakan orang asing.

"Kalau untuk `teh sangit`, kami gunakan pucuk dua hingga tiga lembar. Mengolahnya kami keringkan dengan "sangan". Dikeringkan diatas tempayan tanah yang dipanasi api di bawah," kata dia.

Dia mengatakan untuk mencicipi teh sangit Samigaluh ini rasanya memang `"aneh" karena ada rasa sepet pahit dan sangit. Rasa yang aneh. Tetapi dengan sedikit gula rasanya terkesan eksklusif memang.

"Kami sudah kontrak dengan sebuah hotel di Bali. Setiap bulan, kami mengirimkan dua kuingal teh putuh, serta sejumlah teh sangit. Disama katanya wisatawan bule lebih suka teh sangit dan white-tea dari pada teh wangi," katanya.

Sukohadi juga menuturkan di salah satu sisi kebun miliknya saat ini tengah dibangun sebuah kedai. Ia ingin melengkapi kebun teh dilingkungan Nglinggo dengan adanya kedai untuk minum teh. Ia sendiri memiliki lahan 2,5 hektare.

"Sekarang ini setiap Sabtu dan Minggu ada ratusan pengunjung berdatangan di kebun teh kami. Menikmati udara sejuk dan pemandangan alam indah," katanya.
KR-STR