Penambangan liar marak di lereng Merapi Sleman

id Penambangan liar marak di lereng Merapi Sleman

Penambangan liar marak di lereng Merapi Sleman

Penambangan pasir Merapi (Foto jogja.antaranews.com) (jogja.antaranews.com)

Sleman, (Antara Jogja) - Aktivitas penambangan liar material golongan C berupa batu dan pasir di kawasan lereng Gunung Merapi di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta marak terjadi sehingga dikhawatirkan kegiatan yang tidak berizin tersebut dapat merusak lingkungan.

Heri Indiarta salah satu warga Kaliurang, Pakem, Sleman, Sabtu, mengungkapkan bahwa lahan tambang liar mayoritas merupakan tanah milik warga setempat.

"Warga tergiur dengan harga yang ditawarkan makelar yaitu mencapai Rp500 juta untuk area tanah rata-rata 2.000 meter persegi," ungkapnya.

Menurut dia, tanah milik warga tersebut digali atau dikeruk hanya diambil materialnya dengan kedalaman mencapai tujuh meter.

"Sedangkan untuk lokasi tanah masih milik warga, sertifikat masih menjadi milik warga. Hanya lahan tersebut meninggalkan bekas galian yang dalam dan luas," tuturnya.

Berdasarkan laporan warga Hargobinangun, di Kecamatan Pakem saja tercatat sudah terdapat 58 titik penambangan liar.

Bupati Sleman Sri Purnomo menegaskan akan melakukan penertiban para penambang yang masih membandel.

"Kami bersama TNI dan Kepolisian merapatkan barisan untuk melakukan penertiban. Masyarakat juga diharapkan menjadi garda terdepan untuk turut berpartisipasi dalam penertiban ini," ujarnya.

Ia mengatakan, Pemkab Sleman sudah berulang kali melakukan penertiban. Setelah ditegur mereka berhenti, namun tujuh hari kemudian mereka kembali lagi menambang.

"Spanduk tulisan larangan menambang juga telah dipasang, namun hanya bertahan beberapa hari dan dicopot para penambang. Kami akan memberikan `shock terapy`, jika tidak bisa dibina ya melalui jalur hukum," ucapnya, menegaskan.

Kapolres Sleman AKBP Burkhan Rudy Satria meminta pemilik lahan untuk mengubah cara berpikir terhadap apa yang dimiliki bukan semata merupakan warisan, tapi merupakan titipan Tuhan untuk anak cucu generasi penerus.

"Tahun ini tercatat sudah ada delapan penambang pasir yang meninggal karena tertimpa longsoran, hal ini dianggap sebagai musibah tapi tidak dipikir sebagai risiko. Cara mengurangi risiko dengan kembali ke aturan, karena aturan sudah tegas tapi masyarakat belum sepenuhnya memahami," katanya.

Menurut dia, penindakan belum terlihat efektif, karena faktanya mereka masih menambang. Belum lama ini pihaknya menindak sejumlah penambang liar yang masih dalam proses persidangan.

"Kami mendukung usulan warga untuk membentuk kelompok pecinta lingkungan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran cinta lingkungan," imbuhnya.

Burkan mengatakan, pemerintah dan aparat tidak bisa bekerja sendirian tanpa adanya keterlibatan langsung masyarakat.

"Aturan tidak bisa berjalan jika masyarakatnya belum sadar, jika ingin menambang patuhi aturannya agar tertata dan tidak merusak," katanya.



(U.V001)
Pewarta :
Editor: Luqman Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2024