Pukat: penghilangan kewenangan penuntutan KPK tidak berdasar

id penuntutan KPK

Yogyakarta (Antara Jogja) - Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada menilai pernyataan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo untuk menghilangkan kewenangan penuntutan yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi tidak memiliki dasar argumentasi yang jelas.

"Jaksa Agung bisa jadi lupa bahwa kejaksaan sendiri memiliki kewenangan satu atap dalam menangani kasus korupsi. Kejaksaan berwenang menyelidiki, menyidik, dan menuntut sendiri kasus korupsi," kata Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenurrohman di Yogyakarta, Rabu.

Menurut Zaenurrohman, KPK sejak awal memang dibentuk sebagai lembaga antirasuah yang memiliki kekuatan lebih dalam memberantas korupsi di Indonesia. KPK dibuat karena lembaga penegakan hukum lainnya, termasuk kejaksaan dinilai belum efektif memberantas tindak pidana korupsi.

Oleh sebab itu, pernyataan Jaksa Agung untuk menghilangkan kewenangan penuntutan KPK dan mengembalikan kepada kejaksaan tidak memiliki dasar argumentasi yang jelas.

Menurut dia, apabila kewenangan penuntutan KPK dihilangkan maka efektivitas penanganan perkara akan hilang karena KPK harus lebih dahulu menyerahkan hasil penyidikannya kepada Kejaksaan Agung.

"Masyarakat khawatir kalau fungsi penuntutan dikembalikan ke Kejaksaan jangan-jangan justru di-SP3-kan, atau penuntutannya menjadi tidak maksimal, padahal KPK sudah melakukan penyidikan dengan susah payah," kata dia.

Selain itu, pernyataan Jaksa Agung lebih tidak berdasar lagi jika mengaitkan kewenangan satu atap (penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan) KPK dengan indeks persepsi korupsi (IPK) karena penilaian IPK didasarkan pada empat hal yang menggambarkan tentang daya saing dan hambatan berusaha, potensi korupsi dan integritas pelayanan publik, potensi suap dan integritas sektor bisnis, dan penilaian kinerja perekonomian daerah.

"Sangat bijaksana jika Jaksa Agung fokus dalam perbaikan institusi kejaksaan dari pada mengusulkan pengurangan kewenangan KPK," kata dia.

Zaenurrohman juga heran dengan komentar Jaksa Agung Muhammad Prasetyo yang menyatakan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK selama ini lebih sering menimbulkan kegaduhan.

OTT, kata dia, diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu tangkap tangan.

"OTT sangat strategis dalam menimbulkan `detterence effect` agar pihak-pihak lain tidak melakukan korupsi," kata dia.



(T.L007)