Legislator nilai Kulon Progo tertinggal terkait bandara

id Gebrakan potensi wisata

Legislator nilai Kulon Progo tertinggal terkait bandara

Pengelola Desa Wisata Nglinggo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyuguhkan rute offroad. (Foto Melkey Binaro/Pengelola Desa Wisata Nglinggo)

Kulon Progo (Antara Jogja) - Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Hamam Cahyadi menilai pemerintah setempat tertinggal dalam menyambut rencana pembangunan New Yogyakarta International Airport.

Hamam di Kulon Progo, Sabtu, mengatakan dirinya sudah mendapat informasi bahwa Kabupaten Purworejo (Jawa Tengah) tengah giat membangun berbagai infrastruktur untuk menyambut bandara.

Menurut dia, pembangunan infrastruktur mulai dari pembangunan kawasan wisata Jatimalang hingga kawasan wisata mangrove. Kemudian, mereka juga membangun kios warung kuliner senilai Rp25 miliar.

"Kalau informasi di atas benar, bisa jadi, Purworejo lebih siap dan mempunyai daya saing. Jadi potensi peningkatan pendapatan dengan adanya bandara akan di Purworejo. Sementara Kulon Progo menginisiasi menjadi daerah tertinggal karena belum memiliki gebrakan program percepatan pengembangan potensi wisata," kata Hamam.

Menurut dia, Pemkab Kulon Progo harus segera mengembangkan infrastruktur dengan dukungan ke wisata mangrove, kalau tidak segera dilakukan, wisatawan akan kesedot ke Jatimalang (Purworejo).

Ia menyambut dan memberikan apresiasi kepada masyarakat yang berinisiatif mengembangkan rintisan objek wisata untuk menyambung bandara, khususnya masyarakat di kawasan Bukit Menoreh.

Hamam menyayangkan Dinas Pariwisata yang masih asik dengan urusan internal sehingga tidak membuat gebrakan khusus menyambut bandara. Seharusnya, Dispar membuat rencana detail teknis (DED) infrastruktur jalan menuju objek wisata, kemudian diserahkan ke bupati supaya memerintahkan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) mengajukannya ke dewan dan membangunnya.

"Dispar harus kerja cepat, buat program percepatan yang bisa dikerjakan dengan cepat, tapi tetap memberdayakan dan meningkatkan perekonomian masyarakat," katanya.

Selain iti, kata Hamam, Dispar harus menyusun rencana detail teknis objek wisata dengan menempatkan lokasi untuk kuliner. Saat ini, toko dan kuliner yang dibangun masyarakat masih semrawut.

"Kenapa Dispar Kulon Progo ini tidak mau berbenah diri, apalagi menghadapi bandara membutuhkan revolusi sektor pariwisata. Kalau tidak ada perubahan, Kulon Progo akan menjadi penonton," katanya.

Anggota Komisi IV DPRD Kulon Progo Priyo Santoso mengatakan sejak dulu dirinya mengusulkan pengembangan sentra kuliner berbasis potensi lokal. Namun hal ini tidak ditangkap oleh dinas terkait baik Dinas Perdagangan, Dinas Koperasi dan UMKM, dan Dispar.

Saat ini, potensi setiap kecamatan banyak sekali, misalnya pusat kuliner rempeyek di Giripeni Wates, Galur dan Panjatan sebagai pusat kuliner masakan laut karena dekat dengan pantai, Pengasih dan Nanggulan pusat ikan tawar karena menjadi pusat minapolitan serta, pusat-pusat kuliner lain yang dikembangkan oleh pelaku UMKM.

"Kami minta dinas terkait bersinergi dalam mengembangkan potensi lokal. Kalau dinas mengedepankan egoisme sentris, kami jamin Kulon Progo akan tertinggal dengan daerah lain," katanya.


(U.KR-STR)