Denpasar (ANTARA) - Akademisi yang juga guru besar di Institut Seni Indonesia Denpasar Prof Dr Ni Made Ruastiti, SST, MSi menciptakan tari Bebek Putih Jambul, yang dapat ditarikan oleh para siswa di jenjang PAUD dan TK.

"Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ditemukan sebagian besar anak-anak usia dini diberikan seni-seni pertunjukan orang dewasa seperti tari Condong, tari Puspanjali, tari Gopala dan sebagainya," kata Prof Ruastiti di Denpasar, Minggu.

Oleh karena dia melihat belum ada tarian yang berbasis kearifan lokal untuk anak-anak, maka guru besar yang diinagurasi pada 17 Desember 2021 itu tergerak untuk melakukan riset.

Untuk penggarapan dan riset tari ini ia bekerja sama dengan Sanggar Paripurna Bona, Gianyar. Dari riset yang didanai oleh Kemendikbud Ristek tersebut, kemudian tercipta tari Bebek Putih Jambul yang terinspirasi dari gending rare atau lagu anak yang berjudul Bebek Putih Jambul.

Menurut dia, kata "bebek putih jambul", mengandung arti orang yang berjiwa suci atau simbol orang suci, karena bulu bebek berwarna putih sebagaimana baju orang suci (sulinggih/pendeta Hindu) yang berwarna putih.

"Artinya bahwa bebek putih jambul, dalam hal ini digunakan sebagai nasihat yang ditujukan kepada anak-anak agar mereka menata perilakunya sesuai dengan ajaran-ajaran kerohanian," ujar perempuan kelahiran 22 Maret 1965 itu.

Prof Ruastiti mengungkapkan gerakan-gerakan tari pada tarian juga dibuat sesederhana mungkin agar mudah dipelajari oleh anak-anak.

"Gerakannya terbang, maupun jalan, dan diiringi dengan gamelan. Selain diiringi gamelan, dalam menarikan tarian ini, anak-anak juga menyanyikan lagu Bebek Putih Jambul secara bersama-sama," ucapnya.

Tarian ini pun memiliki durasi tujuh menit dan ditarikan oleh 11 orang penari serta dibuat untuk anak usia 3-6 tahun.

"Saya memang rancang tarian ini untuk materi kelas dan bukan show di panggung. Saya ingin materi ini jadi pondasi kearifan lokal bagi anak-anak usia dini," ucap Kepala Prodi Seni Tari ISI Denpasar ini.

Pihaknya berharap tari ini memberi internalisasi untuk pendidikan dasar dan memberikan penguatan karakter sejak dini.

Sementara dalam hal penyebarluasan tari, akan ia lakukan lewat luring maupun daring. Untuk luring dilaksanakan dari kursus ke kursus, dan bahkan ada rencana untuk membuat lomba dengan peserta siswa TK se-Bali. Selain itu, juga melalui buku ajar yang memuat teknik serta ragam gerak dari tarian ini.

"Sementara untuk daring, saya sudah mengunggahnya ke YouTube, sehingga anak-anak bisa lebih mudah mempelajarinya," kata guru besar perempuan pertama di ISI Denpasar itu.

Dirinya pun awalnya tak tahu jika ia merupakan guru besar perempuan pertama di ISI Denpasar. "Saya baru tahu setelah teman-teman yang mengatakannya, dan ternyata memang benar," ujarnya.

Sejak diangkat menjadi dosen di ISI Denpasar tahun 1992 yang saat itu masih bernama Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar, ia mengaku fokus dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Ia fokus mengajar mahasiswa termasuk melakukan penelitian yang berguna bagi masyarakat sehingga memiliki banyak poin yang menjadikan dirinya bisa menjadi guru besar.

Selain melahirkan Tari Bebek Putih Jambul, dosen berprestasi tahun 2016, ini juga menciptakan seni pertunjukan berjudul Wayang Wong Inovatif Cupu Manik Astagina Anak-anak (2020), Wayang Wong Inovatif Cupu Manik Astagina Remaja (2020), dan Tari Peteng Bulan (2021).

Sejak 2014 sampai sekarang, ia dipercaya menjadi reviewer RISPRO (Riset Produksi) dan Implementatif di LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) Kemenkeu RI.

Prof Ruastiti berharap agar karya yang dihasilkan di ISI Denpasar bisa diterapkan untuk masyarakat umum karena menurutnya selama ini kebanyakan yang berkarya asik dan tenggelam untuk dirinya sendiri. Tangkapan layar tari Bebek Putih Jambul yang diciptakan akademisi ISI Denpasar Prof Dr Ni Made Ruastiti, SST, MSi. ANTARA/Ni Luh Rhismawati.

Pewarta : Ni Luh Rhismawati
Editor : Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2024