Jakarta (ANTARA) - Memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM), menjadi poin pertama dalam 8 Misi Astacita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang akan dijalankan dalam lima tahun pemerintahannya.
Presiden dan Wakil Presiden meyakini Pancasila, demokrasi, dan HAM, secara bersama-sama membentuk sinergi yang harmonis untuk menjamin Indonesia tetap di jalur yang tepat menuju masa depan yang lebih baik dan inklusif.
Di Indonesia, Pancasila dan demokrasi selama ini telah menjadi elemen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang terus diperjuangkan oleh seluruh pihak.
Namun di sisi lain, unsur HAM kerap dilupakan dan disepelekan, terutama bagi orang-orang yang dinilai telah berbuat jahat dan tidak pantas untuk kembali ke masyarakat.
Padahal, HAM merupakan hak dasar yang melekat pada setiap individu sebagai manusia, tanpa memandang kebangsaan, ras, agama, atau status lainnya.
Baca juga: Anggota DPR nilai amnesti bagi KKB upaya baru ciptakan perdamaian di Papua
Hak dasar itu bertujuan untuk menjamin martabat, kebebasan, dan keadilan bagi semua orang, tak terkecuali bagi narapidana di Indonesia.
Untuk menjamin HAM bagi narapidana, Presiden Prabowo berencana memberikan amnesti atau pengampunan, tetapi tetap dengan prinsip kehati-hatian dan selektif.
Rencana amnesti narapidana tersebut bertujuan untuk memberikan pengampunan hukuman pidana kepada narapidana tertentu berdasarkan pertimbangan kemanusiaan, rekonsiliasi, dan penanggulangan kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan.
Amnesti juga bertujuan untuk mengurangi kriminalisasi pengguna narkoba untuk kepentingan pribadi. Pemberian amnesti juga akan membuat banyak keluarga narapidana senang karena bisa berkumpul kembali dengan anggota keluarganya, serta adanya peluang reintegrasi sosial (kesempatan kembali ke masyarakat dan menjalani kehidupan normal).
Baca juga: Puluhan ribu tahanan Iran dapat ampunan
Pada awalnya, sebelum tahap verifikasi dan asesmen, amnesti direncanakan diberikan kepada 44.495 orang narapidana. Tetapi setelah dilakukan verifikasi, terdapat penurunan jumlah narapidana yang berencana diberikan amnesti menjadi 19.337 orang.
Dari sekitar 19 ribu orang itu, sebanyak 700 orang merupakan narapidana narkoba yang lolos verifikasi untuk diberikan amnesti oleh Pemerintah. Namun, para narapidana tersebut berkategori sebagai pengguna narkoba, yang memenuhi kriteria Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010.
Kendati demikian, jumlah keseluruhan narapidana yang akan diberikan amnesti tersebut masih bisa berubah, baik bertambah atau berkurang, sebab Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) masih terus melakukan proses verifikasi.
Siapa saja penerima amnesti?
Lantaran bertujuan untuk mendepankan HAM, Presiden akan tetap selektif dalam memberikan amnesti kepada narapidana, salah satunya dengan menetapkan beberapa kategori yang harus dipenuhi narapidana sebelum mendapatkan amnesti.
Terdapat empat kategori narapidana yang akan diberikan amnesti, yaitu kategori pengguna narkotika; kategori pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE (penghinaan presiden, kepala negara, atau pemerintahan); kategori makar tanpa senjata; serta kategori berkebutuhan khusus (paliatif, orang dalam gangguan jiwa/ODGJ, berumur di atas 70 tahun, dan disabilitas mental).
Untuk kategori pengguna narkotika, pemberian amnesti diperlukan antara lain untuk mengatasi kepadatan lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) lantaran sudah menjadi rahasia umum bahwa penghuni lapas dan rutan di Indonesia melebihi kapasitas.
Per April 2024, lapas dan rutan di Indonesia menampung sebanyak 271.385 narapidana dan tahanan, sedangkan kapasitasnya hanya sebanyak 140.424 orang pada 532 lapas dan rutan.
Dengan jumlah tersebut, terdapat kelebihan sekitar 93,26 persen dari kapasitas lapas dan rutan yang ada. Sementara sebanyak 52,97 persen penghuni penjara, baik narapidana maupun tahanan, merupakan mereka yang terjerat kasus penyalahgunaan narkoba, yakni sebanyak 135.823 orang.
Baca juga: KBRI Amman pulangkan pekerja migran melalui program Amnesti Jordania
Tak hanya mengatasi kepadatan penghuni lapas dan rutan, amnesti narapidana pada akhirnya bisa berdampak baik terhadap anggaran negara, mengingat biaya operasional di lembaga pemasyarakatan sangat besar dalam memenuhi kebutuhan warga binaan pemasyarakatan.
Setiap tahunnya, Negara tercatat mengeluarkan alokasi dana sebesar Rp2 triliun untuk memberi makan narapidana. Angka fantastis itu tentunya bisa terus bertambah setiap tahun, mengingat adanya peningkatan harga bahan pokok dan potensi penambahan narapidana.
Untuk itu dengan adanya amnesti, para pengguna narkoba akan direhabilitasi. Langkah tersebut juga sejalan dengan penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026, yang mengedepankan keadilan restoratif.
Sementara untuk kategori pelanggaran UU ITE, narapidana yang terjerat UU ITE karena penghinaan terhadap kepala negara berkaitan erat dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Oleh sebab itu, Presiden merasa perlu untuk memberikan pengampunan. Tetapi sebagai gantinya, hukuman para pelanggar tersebut sebaiknya dialihkan menjadi sanksi kerja sosial.
Baca juga: Ronaldo, tolonglah suarakan soal HAM di Arab Saudi
Terdapat dua jenis sanksi kerja sosial yang diusulkan, yakni menjalankan program swasembada pangan dengan menjadi petani serta program latihan komponen cadangan (Komcad), agar narapidana dapat berkontribusi pada pembangunan.
Kendati demikian guna menghindari eksploitasi dan menjunjung HAM, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengingatkan agar wacana pelaksanaan program swasembada pangan dan komcad harus diiringi dengan ketentuan pemberian upah kepada para narapidana.
Lebih dari itu, dapat dilakukan pula pembukaan lapangan kerja yang layak bagi narapidana penerima amnesti hingga pengarusutamaan penggunaan alternatif pemidanaan non-penjara, seperti pelatihan kerja, yang sistemnya harus dibangun dengan komprehensif, guna mendukung pula reintegrasi sosial.
Kemudian untuk kategori makar tanpa senjata, amnesti secara khusus akan diberikan kepada para narapidana yang terjerat kasus ringan di Papua, sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi terhadap masyarakat di Papua.
Selain mengedepankan nilai kemanusiaan, kebijakan itu pun diharapkan dapat mendorong stabilitas sosial di berbagai wilayah, termasuk Papua.
Lalu bagi narapidana berkebutuhan khusus, amnesti patut diberikan guna memenuhi kebutuhan kemanusiaan. Bagi ODGJ maupun disabilitas, narapidana memang lebih baik dipindahkan ke rumah sakit jiwa maupun fasilitas kesehatan lainnya daripada ditahan di lapas.
Undang-undang
Meski menjunjung tinggi HAM, pemberian amnesti tetap harus mempertimbangkan aspek hukum yang kuat, yaitu adanya dasar hukum yang jelas, prosedur yang transparan, dan pemenuhan berbagai syarat yang telah ditentukan.
Dasar hukum pemberian amnesti diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-Undang Darurat (UUDrt) Nomor 11 Tahun 1954.
Pasal 14 ayat (2) menyatakan bahwa presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sementara UUDrt Nomor 11 Tahun 1954 lebih spesifik mengatur tentang konsekuensi amnesti, yaitu penghapusan segala akibat hukum pidana bagi terpidana.
Kendati demikian, Indonesia dirasa tetap memerlukan UU khusus dan terbaru yang mengatur amnesti agar dasar hukumnya semakin kuat dan tegas, mengingat Presiden Prabowo berencana memberikan amnesti untuk kasus tertentu secara selektif setiap tahunnya.
Baca juga: Myanmar memberi pengampunan pada lebih 9000 tahanan
Pemerintah sebenarnya telah memprakarsai Rancangan Undang-Undang tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi (RUU GAAR). RUU tersebut sudah pernah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2020—2024.
Namun hingga kini, RUU itu belum dibahas di DPR. Oleh karenanya baru-baru ini, Kementerian Hukum kembali mempercepat penyusunan RUU GAAR agar bisa segera di bahas di DPR.
"Momentum memiliki UU GAAR kini pas untuk dilakukan," ucap Menteri Hukum Supratman Andi Agtas pada akhir tahun lalu.
Dengan adanya percepatan penyusunan kembali RUU GAAR oleh Kemenkum, diharapkan RUU itu bisa segera dibahas pemerintah bersama DPR dan disahkan. Terlebih, RUU GAAR sangat diperlukan ke depannya agar tidak menimbulkan polemik hukum dan politik tiap kali amnesti direncanakan.
Kebijakan amnesti narapidana yang berlandaskan HAM merupakan tonggak penting dalam reformasi sistem pemasyarakatan Indonesia.Jika dijalankan dengan selektif, transparan, dan adil, maka amnesti terhadap narapidana akan menjadi bukti nyata bahwa Negara hadir untuk semua warganya, termasuk mereka yang pernah tersandung hukum.
Prinsip keadilan bukan hanya tentang menghukum, tetapi juga tentang memberi kesempatan kedua.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Amnesti sebagai jalan kemanusiaan dan reformasi pemasyarakatan