Yogyakarta (ANTARA) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mendampingi keluarga 14 anak diduga korban salah tangkap terkait aksi demonstrasi berujung ricuh di Polres Magelang Kota, Jawa Tengah pada 29 Agustus 2025.
Saat konferensi pers di kantor LBH Yogyakarta, Kamis, tim advokasi LBH memaparkan hasil investigasi dan menegaskan adanya pelanggaran hukum dalam penanganan kasus tersebut.
Anggota tim advokasi LBH Royan Juliazka Chandrajaya mengatakan keluarga korban menuntut keadilan atas tindakan salah tangkap yang menyebabkan kerugian fisik, psikis, serta tersebarnya data pribadi anak-anak.
Data yang mencantumkan identitas lengkap hingga asal sekolah korban tersebut juga menimbulkan stigma negatif di masyarakat.
"Dengan tersebarnya data pribadi mereka, muncul stigma bahwa anak-anak itu pelaku kriminal. Hal ini menimbulkan luka psikis dan trauma. Karena itu, kami mendampingi keluarga korban untuk memulihkan nama baik mereka," ujar Royan.
Royan menyebut tindakan tersebut melanggar Konvensi Hak Anak yang telah disahkan melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.
Selain itu, pelanggaran juga terjadi terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
"Dalam temuan kami, data pribadi korban disebarkan tanpa dasar hukum. Itu melanggar Pasal 43 ayat (1) huruf d UU PDP yang mewajibkan pengendali data pribadi menghapus data yang diperoleh secara melawan hukum," jelasnya.
LBH menyebut terdapat 14 anak korban dugaan salah tangkap, masing-masing berinisial DRP (16), MNM (17), IPO (15), SVR (16), MDP (17), AAP (17), AP (15), DLP (16), NH (15), KEA (14), GAD (17), QIAJ (14), HRR (15), dan MFA (17).
Menurut Royan, kasus itu memiliki dimensi pelanggaran hukum, hak asasi manusia, dan hak anak.
LBH menyebut pendampingan tidak hanya untuk pemulihan korban, tetapi juga untuk memastikan integritas oknum kepolisian yang terlibat.
Orang tua salah satu korban dugaan salah tangkap Ari Wibowo P, meminta agar aparat segera menghapus dan membersihkan nama anak-anak mereka.
"Kami menuntut data anak-anak kami yang disebarkan tanpa izin segera dihapus dan nama mereka dipulihkan," kata dia.
LBH juga melaporkan kasus ini ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan akan berkoordinasi dengan Himpunan Mahasiswa Psikologi Indonesia untuk membantu pemulihan psikis korban.
"Kami akan melakukan asesmen bersama orang tua korban agar pemulihan fisik dan psikis dapat dilakukan," kata Royan.