Yogyakarta (ANTARA News) - Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengusulkan adanya pemetaan budaya Tionghoa di Indonesia untuk semakin memperkaya kebhinekaan budaya nusantara.
"Dalam berbagai tradisi yang ada, budaya Tionghoa justru tidak berbeda jauh dengan budaya masyarakat di Indonesia, salah satunya adalah budaya yang tumbuh berkembang di masyarakat Jawa," kata Sri Sultan Hamengku Buwobo (HB) X saat membuka Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) VII di Kampung Ketandan Yogyakarta, Kamis malam.
Sultan kemudian mencontohkan berbagai persamaan tradisi dari budaya Tionghoa dan budaya Jawa, di antaranya adalah membersihkan kubur, atau tradisi memberikan uang saat perayaan-perayaan tertentu kepada saudara.
Jika di masyarakat Tionghoa, tradisi memberikan uang tersebut dikenal dengan memberikan angpao saat perayaan Imlek, maka Sultan melanjutkan, di masyarakat Jawa, tradisi tersebut muncul saat perayaan Idul Fitri.
Ia mengatakan, sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki subkultur, sehingga budaya Tionghoa sejatinya adalah sub kultur dari budaya nusantara dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari budaya Bangsa Indonesia.
"Ini juga sesuai dengan tema utama dalam pelaksanaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta ketujuh, yaitu mengukuhkan kebhinekaan," katanya.
Sultan juga mengatakan, selain budaya dan tradisi yang terus berkembang dan bertahan secara mandiri, budaya Jawa dan Tionghoa juga mengalami akulturasi yang unik dan membumi, sehingga menghasilkan berbagai kesenian dan kuliner yang unik.
"Saya pun kembali menantang seniman untuk menggarap karya cipta baru di bidang seni untuk memperkaya khasanah budaya Yogyakarta, tetapi harus disertai integrasi sosial sehingga dinding pemisah itu terbuka," katanya.
Sementara itu, Sultan juga menyambut baik penyelenggaraan PBTY yang telah rutin dilakukan setiap tahun sejak tujuh tahun terakhir.
"Harapannya, penyelenggaraan setiap tahun mengalami kemajuan sehingga menjadi hiburan untuk masyarakat," katanya.
Ketua Umum PBTY VII Tri Kirana Muslidatun mengatakan, kegiatan tersebut digelar untuk menyambut cap go meh yang dirayakan 15 hari setelah Imlek.
"Kegiatan ini sudah menjadi agenda tahunan di Yogyakarta. Kegiatan ini untuk menunjukkan kekayaan budaya di Yogyakarta yang guyub dan rukun serta semarak," katanya.
Selain untuk merayakan tradisi Imlek, Tri Kirana juga menyebut, kegiatan tersebut dilakukan untuk mengenalkan budaya Tionghoa sebagai salah satu aset budaya bangsa.
Sejumlah kegiatan yang akan digelar selama lima hari penyelenggaraan PBTY, 2-6 Februari di Jalan Ketandan, tersebut di antaranya pertunjukan seni, kuliner dan puncaknya adalah Festival Naga Barongsai pada Senin (6/2).
(U.E013/D009)
Berita Lainnya
PBTY 2024 mengedepankan edukasi budaya Tionghoa bagi masyarakat
Jumat, 16 Februari 2024 0:13 Wib
Grebeg Sudiro ajang KEN 2024 pertama digelar
Minggu, 11 Februari 2024 5:38 Wib
Perempuan Tionghoa dukung Prabowo-Gibran menangi pilpres
Rabu, 7 Februari 2024 18:53 Wib
Akulturasi budaya CioTao, adat pernikahan Cina Benteng
Senin, 27 November 2023 6:54 Wib
Mahfud MD bersilaturahim dengan warga Tionghoa
Minggu, 26 November 2023 6:42 Wib
Festival Mooncake 2023 lestarikan warisan budaya Tionghoa
Minggu, 1 Oktober 2023 7:16 Wib
"Sembahyang Rebut 2023" khasanah budaya Indonesia gaet wisatawan
Jumat, 1 September 2023 6:51 Wib
Bangun bangsa, IPTI-Prima DMI jalin kerja sama
Sabtu, 17 Juni 2023 4:07 Wib