Tahu dan tempe penyebab sedikitnya penderita Alzheimer di Indonesia

id alzeimer di indonesia

Tahu dan tempe penyebab sedikitnya penderita Alzheimer di Indonesia

Tahu dan tempe siap dipasarkan (Foto ANTARA/M Agung R.)

Jakarta (ANTARA Jogja) - Salah satu ahli syaraf Indonesia dr Andreas Harry, SpS (K) yang hadir pada kongres antarbangsa ke-12 penyakit alzheimer 2012 di Vancouver, Kanada, mengangkat tahu dan tempe sebagai faktor sedikitnya prevalensi penyakit itu.

"Saya katakan bahwa di Indonesia (prevalensi penyakit alzheimer, red.) jumlahnya sedikit, salah satunya karena masyarakat Indonesia suka makanan tradisional, khususnya tahu dan tempe, yang terbuat dari
kacang kedelai," katanya saat menghubungi ANTARA dari Vancouver, Jumat pagi.

Ia menjelaskan, dalam acara jamuan makan malam untuk dokter ahli dan para peneliti dunia yang hadir pada kongres penyakit itu yang diselenggarakan Asosiasi Alzheimer Dunia (AAICAD), pernyataan itu mendapatkan apresiasi.

Dalam diskusi dengan sejawatnya dari Afrika dan San Francisco, Amerika Serikat, mereka terlibat dalam pembahasan mengenai begitu banyak "phosphatidylserine", yang salah satunya berguna untuk
stabilisasi membran neuron.

Andreas Harry yang hadir pada kongres itu bersama dr Kartika Lilisantosa atas undangan AAICAD juga menjelaskan, pada kongres juga dibahas topik hangat lainnya.

Topik dimaksud yakni pembentukan produk ekstraselular beta amiloid, terjadi bersamaan atau setelah pembentukan produk intraseluler neurofibrillary tangles (NFT).

"Itu menunjukkan bahwa ditemukannya beta amiloid 40/42 di plasma maupun di liquor (cairan otak) merupakan keterlambatan dalam diagnosa penyakit alzheimer," kata dosen pascasarjana Fakultas
Psikologi Universitas Tarumanegara (Untar) Jakarta itu.

Lulusan spesialis syaraf dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu juga menjelaskan bahwa pada pasien dengan NFT stadium V dan VI (klinis berat penyakit alzheimer),
tidak dapat lagi diobati dan tidak dapat dicegah kelanjutan penyakit itu.

"Yang terpenting adalah menentukan adanya 'pretangles', atau paling tidak menentukan NFT stadium I, II dengan gejala presimptomatik (forgetfullness/mudah lupa)," katanya.

Dia mengemukakan bahwa umur pasien termuda yang ditemukan pada "pretangles" adalah enam tahun.

"Semoga penelitian-penelitian penentuan 'pretangles' akan terus berjalan dan akan disajikan tahun depan pada International Conference Alzheimer Disease 2013 (ICAD ke-13) pada bulan Juli 2013 di Boston, AS," katanya.

Ia mengatakan, isu yang juga menarik pada ICAD 2012 mengenai disfungsi neuronal akibat kelainan endosomal pada inti sel neuron.

Selain itu, masalah somatodendrit dan axon neuron, mengenai imaging FDG PET-Scan Brain, Ligand PET-Scan Brain, stem cell, dan pencegahan dengan nutritional neuronal menggunakan bahan-bahan
peptida.

Pertemuan para ahli dan peneliti yang dimulai sejak 15 Juli 2012 itu berakhir pada Kamis (19/7) malam waktu Kanada atau Jumat dinihari WIB.
(A035)