Seni pertunjukan Bali berpotensi mandiri

id seni pertunjukan bali berpotensi

Seni pertunjukan Bali berpotensi mandiri

Drama Gong, salah satu seni pertunjukan Bali yang masih eksis sampai sekarang (Foto antarafoto.com)

Denpasar (ANTARA Jogja) - Seni pertunjukan tradisional di Bali berpotensi mandiri dan berkembang, seiring dengan kemajuan sektor pariwisata, asalkan dikelola secara profesional.

"Hal itu pula dapat diwujudkan dengan baik, jika semua pihak, pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga sosial memahami pentingnya arti seni dalam kehidupan manusia," kata Pembantu Rektor II  Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Dr I Gede Arya Sugiartha, di Denpasar, Minggu.

Namun para seniman masih menghadapi situasi yang belum menguntungkan sehingga menghadapi berbagai kendala.

Demikian pula seniman seni pertunjukan tradisional Bali yang mampu menyandarkan hidupnya dari kegiatan seni masih dapat dihitung dengan jari.

Oleh sebab itu, pekerjaan sebagai seniman hanya sambilan karena harus menekuni tugas pokok yang bisa menopang kehidupan sehari-hari.

"Hal itu yang menyebabkan seniman seni pertunjukkan tradisional Bali masih sangat berat dalam meningkatkan profesional, meskipun peluang itu terbuka luas," ujar Gede Arya.

Seniman Bali yang tampil untuk melengkapi kegiatan ritual umumnya pentas secara iklas tanpa imbalan (ngayah).

Masyarakat yang menghadiri pertunjukan hanyalah penikmat yang tidak perlu membayar. Drama Gong sejak awal dikelola secara komersial, di mana penonton harus membeli karcis untuk bisa menyaksikan pertunjukan dengan pemain-pemain yang telah mereka dengar kehebatan dan kelucuannya.

Dalam pementasan itu terjadi kerja sama yang saling menguntungkan antara seniman, penikmat, dan panitia penyelenggara. Seniman mendapatkan upah, penonton memperoleh kenikmatan hiburan, dan panitia penyelenggara mendapat keuntungan dari sisa biaya produksi. 
   
Arya menambahkan, pada dekade 1970- 1990-an drama gong mengalami masa kejayaan, kuantitas pementasan sangat padat,  bisa  mencapai 20 kali dalam sebulan.     
   
Namun memasuki dekade 2000-an, pasaran drama gong kian lesu, bahkan kuantitas pementasan paling banyak lima kali dalam sebulan.

Honorarium seorang seniman drama gong dewasa ini adalah Rp300.000-350.000 untuk sekali pentas.

Jika seorang seniman Drama Gong pentas lima kali dalam sebulan maka dapat dihitung penghasilannya berkisar antara satu setengah hingga dua juta rupiah.

Jumlah ini tentu belum layak disebut profesional karena seniman masih memerlukan penghasilan tambahan untuk menopang hidupnya, tutur Arya Sugiartha.

(I006)