Belum ada pembahasan terkait Bandara Karawang

id menko perekonomian hatta

Belum ada pembahasan terkait Bandara Karawang

Menteri Koordinator Perekonomian RI, Hatta Rajasa (FOTO ANTARA/Noveradika)

Jakarta (ANTARA Jogja) - Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah belum membahas tentang rencana pembangunan bandara baru di Karawang, Jawa Barat yang bertujuan untuk mengurangi beban penumpang di Bandara Internasional Soekarno Hatta.

"Ini kan belum dibahas. Saya tahu ada kontroversi soal bandara itu, tapi kita belum sampai pada satu kesimpulan pembahasan itu," ujarnya di Jakarta, Selasa.

Menurut Hatta, pemerintah provinsi Jawa Barat bahkan belum membuat rencana tata ruang pembangunan bandara tersebut karena fokus untuk membangun Bandara Kertajati di Majalengka yang mulai operasional 2016.

"Tata ruangnya belum ada karena pemerintah provinsi Jawa Barat telah menetapkan itu ada di Kertajati sebagai pelabuhan atau bandara internasional yang juga berbasis pada logistik," ujarnya.

Hatta bahkan mengatakan PT Angkasa Pura sebagai BUMN pengelola bandar udara juga fokus untuk mengembangkan Bandara Soekarno Hatta dengan melakukan pembenahan dan menambah runway landasan pesawat mulai 2014.

"BUMN kita sendiri Angkasa Pura baru memikirkan untuk melakukan perluasan bandara Soekarno-Hatta baik terminalnya maupun penambahan ranway baru agar mampu mengakomodasi sampai 100 juta penumpang pada masa mendatang," ujarnya.

Untuk itu, Hatta masih enggan berkomentar banyak mengenai rencana pembangunan bandara Karawang tersebut mengingat belum ada kejelasan mengenai rencana itu.

"Saya belum bisa berbicara banyak lagi soal Karawang sebelum nanti saya dipaparkan tata ruangnya seperti apa," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah memang berniat membangun 15 bandara baru seperti yang diutarakan dalam pidato kenegaraan Presiden, namun bandara tersebut lebih banyak dibangun di luar Jawa.

Hatta memastikan pemerintah lebih ingin melakukan pembenahan sarana infrastruktur angkutan laut di kawasan Indonesia timur, untuk mengurangi biaya logistik dan transportasi yang dirasakan masih mahal.

"Konektivitas maritim ini prioritas karena biaya logistik kita bertekad turunkan 14 persen menjadi 10 persen bebannya, yang identik terjadi di kawasan Indonesia Timur," katanya.

(S034)