Akademisi: antipremanisme jangan jadi isu rasial

id premanisme

Akademisi: antipremanisme jangan jadi isu rasial

Koordinator Lapangan Pemuda Yogyakarta Anti Premanisme menggelar aksi damai menolak premanisme di wilayah DIY. (Foto ANTARA/Mamiek)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Slogan antipremanisme yang tersebar di Yogyakarta jangan sampai menjadi isu rasial yang justru mendiskreditkan suatu suku atau masyarakat pendatang tertentu di daerah setempat, kata peneliti dari Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada.

"Potensi pengidentikan preman terhadap masyarakat pendatang tertentu perlu dihindari. Apalagi hanya mengklasifikasikan berdasarkan bentuk fisik saja," katanya dalam diskusi bertema "Negara dan Premanisme" di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Rabu.

Masalahnya, menurut dia, apabila tidak disikapi secara bijak, secara perlahan akan melekat di benak masyarakat rasa curiga terhadap setiap suku tertentu yang dianggap berpotensi sebagai preman.

"Sampai sekarang, misalnya, masih susah mahasiswa atau pendatang dari Indonesia Timur mencari `kos-kosan` (indekos, red.) di Yogyakarta," katanya.

Generalisasi sebuah peristiwa terhadap suatu golongan atau masyarakat tertentu, menurut dia, perlu dihindari sebab hal itu justru membuktikan bahwa prinsip multikulturalisme belum benar-benar dipahami secara utuh.

"Multikultur kebanyakan masih banyak dipahami dalam persoalan kuliner saja," katanya.

Sementara itu, kata dia, labelisasi bahwa Yogyakarta memiliki budaya atau kearifan lokal tertentu juga jangan sampai justru menjadi pemicu perbedaan, apalagi sampai menyingkirkan.

Seharusnya, kata dia, pengagungan slogan kearifan lokal di Yogyakarta justru harus menunjukkan inklusivitas yang merangkul semuanya, serta tidak memiliki potensi untuk mengklasifikasikan masyarakat tertentu.

"Ketika kita berbicara atau mengagungkan prinsip `local wisdom`, jangan-jangan kita sedang mengeliminasi orang lain di luar dari budaya kita," kata pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM itu.

Masyarakat yang dinilai di luar dari prinsip kearifan lokal tersebut, menurut dia, dikhawatirkan akan muncul kewajaran untuk tidak diperdulikan.

(KR-LQH)