Petani Pesisir Kulon Progo panen raya cabai

id panen raya cabai

Petani Pesisir Kulon Progo panen raya cabai

Petani lahan pasir di Kabupaten Kulon Progo, DIY, sedang masuki panen raya. Harga cabai dingkat petani rata-rata perhari Rp20.000 per kilogram. (Foto ANTARA/Mamiek)

Kulon Progo (Antara Jogja) - Petani lahan pasir Desa Garongan, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, panen raya cabai dengan hasil Rp30 juta per hektere atau 1,5 ton per hektare.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Pesisir "Catur Margomulyo" Burhanudin di Kulon Progo, Kamis, mengatakan setiap harinya petani bisa menjual cabai dengan harga rata-rata Rp20 ribu per kilogram (kg), sementara luas lahan pasir di Desa Garongan 116 hektare.

"Setiap hari, hasil panen cabai sedikitnya 15 ton. Dengan kata lain, perputaran uang di Desa Garongan dengan adanya panen cabai ini mencapai Rp300 juta per hari," kata Burhanudin dalam acara `Panen Raya Cabai 2013`, sekaligus peluncuran buku tentang gerakan petani berjudul `Menanam adalah Melawan`.

Ia mengatakan gerakan petani ini jangan diartikan secara sempit, tetapi harus diartikan sebagai perlawanan petani terhadap kemiskinan, kebodohan, dan khususnya menolak kebijakan pemerintah yang akan mengembangkan wilayah pesisir sebagai kawasan pertambangan pasir besi.

"Kami ingin bertanam di lahan pasir untuk selamanya. Dengan bertani, kami dapat menyekolahkan anak kami hingga sarjana, dan kesejahteraan kami semakin meningkat," katanya.

Menurut dia, masyarakat Desa Garongan berkembang perekonomiannya seperti saat ini, karena bertani dengan menanam cabai, dan aneka sayuran.

Bahkan, kata dia, produksi sayuran dari desa ini juga dijual ke luar Jawa seperti Sumatera dan Kalimatan.

"Dengan panen raya cabai ini, kami ingin menggerakkan petani, khususnya di Desa Garongan, dan tetap bertani untuk melawan kemiskinan, kelaparan, dan kebodohan," katanya.

Sementara itu, anggota Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Widodo, sekaligus penulis buku "Menanam adalah Melawan", mengatakan dirinya meluncurkan buku ini bertujuan menyuarakan aspirasi serta menuangkan pengalaman petani dalan melawan kebodohan, kelaparan, dan kemiskinan.

Namun, menurut dia, dalam perkembanganya harus dihadapkan pada realita adanya penambangan pasir besi di wilayah setempat.

"Ini merupakan suara petani, kami akan terus menanam hingga akhir hayat. Selain itu, kami ingin memberitahu publik bahwa sesungguhnya kami sudah berhasil membangun ekonomi dengan kearifan lokal.," katanya.

(KR-STR)