Gladhen Hageng Jemparingan buka rangkaian peringatan Haornas

id panahan

Gladhen Hageng Jemparingan buka rangkaian peringatan Haornas

ilustrasi (Foto Antara/Noveradika)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Kompetisi Gladhen Hageng Jemparingan atau lomba panahan tradisional yang digelar di Alun-alun Selatan Yogyakarta menjadi pembuka rangkaian peringatan Hari Olahraga Nasional 2013 di Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Kegiatan yang telah menjadi ikon olah raga dan budaya di Yogyakarta ini menjadi awal dari berbagai kegiatan yang digelar untuk memperingati Hari Olahraga Nasional (Haornas) tahun ini," kata Ketua Panitia Gladhen Hageng Jemparingan Eka Heru di Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, penyelenggaraan jemparingan gaya Mataram Jawi tersebut juga akan semakin mendukung keistimewaan Yogyakarta sebagai kota budaya.

Berdasarkan catatan dari panitia penyelenggara hingga penutupan pendaftaran, terdapat 411 peserta yang mengikuti kegiatan itu dalam berbagai kategori seperti umum maupun anak-anak.

Peserta tidak hanya berasal dari DIY tetapi juga dari daerah lain seperti Wonosobo, Purwokerto, Klaten, Solo, Pacitan, Semarang, Jepara dan bahkan ada peserta dari Kalimantan Selatan.

Tidak seperti lomba panahan pada umumnya, dalam kegiatan jemparingan tersebut seluruh peserta melesakkan anak panah dalam posisi duduk bukan berdiri.

Sasaran panah juga tidak berbentuk lingkaran melainkan bandul panjang sekitar 30 centimeter berwarna merah dan putih yang terbagi dalam empat bagian yaitu kepala, leher, badan dan pantat. Masing-masing bagian memiliki nilai sendiri-sendiri.

Bagian kepala bernilai tiga, leher bernilai dua, badan bernilai satu namun apabila anak panah mengenai pantat akan memperoleh penalti satu angka.

Sementara itu, Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo yang membuka kegiatan tersebut mengatakan, jemparingan merupakan budaya asli Yogyakarta yang perlu terus dilestarikan dan dikembangkan.

"Kegiatan ini bisa dilakukan oleh siapa saja. Ada tiga tujuan yang bisa dicapai melalui kegiatan ini, mulai dari peringatan Hari Olahraga Nasional, pelestarian budaya dan raihan rekor Muri," katanya.

Vivien Ratnawati dari Museum Rekor Indonesia (Muri) memberikan dua penghargaan untuk kegiatan tersebut yaitu peserta jemparingan dengan menggunakan pakaian trasional terbanyak dan penghargaan sebagai pelopor penggunaan anak panah sendaren saat pembukaan. Anak panah sendaren adalah anak panah yang dilengkapi sebuah alat khusus sehingga saat dilesakkan berdesing lebih kuat.

Salah satu peserta jemparingan, Bimo Udara mengatakan, sudah dua tahun terakhir rutin mengikuti jemparingan.

"Biasanya, kami berlatih di Puro Pakualaman atau di Atmajaya. Yang paling sulit karena busur panah tidak dilengkapi dengan alat khusus untuk mengintai sasaran," katanya.

Bimo mengaku menyenangi kegiatan tersebut karena jemparingan bisa menjadi upaya rekreasi dan melatih konsentrasi.

"Saat akan memanah, pikiran dan hati harus tenang. Jika tidak, maka anak panah bisa meleset dari sasaran," katanya yang berharap kegiatan tersebut tidak punah.

(E013)
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024