Pakar: Indonesia krisis kedelai karena lahan berkurang

id pakar: indonesia krisis kedelai

Pakar: Indonesia krisis kedelai karena lahan berkurang

Tanaman kedelai (Foto antaranews.com)

Jogja (Antara Jogja) - Krisis kedelai yang dialami Indonesia saat ini, salah satunya disebabkan lahan pertanian berkurang, kata pakar agronomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Didik Indradewa.

"Indonesia saat ini sedikitnya membutuhkan dua juta hektare lahan pertanian untuk mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri," katanya di Yogyakarta, Rabu.

Oleh karena itu, menurut dia, penting untuk meningkatkan luasan lahan pertanian untuk penanaman kedelai. Hal itu penting karena tanaman juga mengalami persaingan di tingkat lahan.

Misalnya, kalau produksi kedelai naik, maka akan menggeser produksi jagung dan sebaliknya. Jadi, lahan harus dinaikkan agar produksi kedelai lokal bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.

"Saat ini yang terjadi produksi kedelai turun karena tidak bisa bersaing dengan kedelai impor dan tanaman lainnya," kata Didik.

Ia mengatakan Indonesia pada 1992 mampu memproduksi 1,6 juta ton kedelai. Namun, angka tersebut terus menurun karena areal pertanian semakin berkurang, sehingga produksi kedelai tinggal 800 ton per tahun.

"Saat ini adalah krisis kedelai kedua, dan akan terus berlanjut jika tidak ditangani dengan baik," kata Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

Menurut dia, krisis kedelai juga ditengarai karena petani enggan menanam kedelai. Petani enggan menanam kedelai karena produktivitasnya rendah, dan kalah bersaing dengan kedelai impor.

Akibatnya, petani tidak mau menerapkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas. Padahal sejumlah lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia banyak yang telah mengembangkan berbagi varietas kedelai yang unggul dan mampu bersaing dengan kedelai impor.

"Rata-rata produktivitas kedelai yang ditanam petani sekitar 1,3 ton per hektare, sedangkan dari varietas kedelai yang dikembangkan oleh peneliti bisa mencapai 3-4 ton per hektare," katanya.

(B015)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024