Jogja (Antara Jogja) - Penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana korupsi memerlukan komitmen penegak hukum sebagai elemen sistem peradilan pidana, kata Koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Chaerul Amir.
"Saat ini dukungan masyarakat sudah cukup besar untuk penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana korupsi, tinggal bagaimana membuat suatu terobosan progresif dari aparat sistem peradilan pidana," katanya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Selasa.
Pada seminar "Pemidanaan Korporasi Atas Tindak Pidana Korupsi di Indonesia", ia mengatakan, terobosan progresif dari aparat sistem peradilan pidana itu dapat menjadi acuan dan preseden bagi lingkungan peradilan di Indonesia.
Menurut dia, KUHP Indonesia saat ini tidak mengikutsertakan korporasi sebagai subjek hukum yang dapat dibebankan pertanggungjawaban pidana, tetapi korporasi diposisikan sebagai subjek hukum pidana dalam Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Memang sulit untuk mengatribusikan suatu bentuk tindakan tertentu dan membuktikan unsur niat kriminal atau pikiran bersalah dari suatu entitas abstrak seperti korporasi, tetapi jika ada komitmen bersama oleh seluruh elemen sistem peradilan pidana dan didukung masyarakat tentu kendala tersebut bukan hal yang menyulitkan," katanya.
Ia mengatakan, KUHP hanya menetapkan bahwa yang menjadi subjek tindak pidana adalah orang perseorangan. Berdasarkan KUHP, pembuat undang-undang akan merujuk pada pengurus atau komisaris korporasi jika mereka berhadapan dengan situasi seperti itu.
"KUHP tidak bisa dijadikan landasan untuk pertanggungjawaban pidana oleh korporasi, tetapi hanya dimungkinkan pertanggungjawaban oleh pengurus korporasi," katanya.
Menurut dia, penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi itu dapat menimbulkan efek jera terhadap korporasi untuk tidak terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Dalam konteks itu, penegakan hukum pidana akan lebih berkeadilan karena menjangkau pelaku-pelaku lain yang turut bertanggung jawab dalam korporasi seperti komisaris, direktur, pegawai, pihak terafiliasi, dan "holding company".
"Selain itu, juga ada penjatuhan pidana tambahan yang lebih luas, pembayaran uang pengganti dan perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud, penutupan seluruh atau sebagian perusahaan dan pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan pemerintah," katanya.
(B015)
Berita Lainnya
Jurnal Ahkam UIN Jakarta menjadi 100 jurnal terbaik sedunia
Kamis, 18 April 2024 7:14 Wib
MK putuskan hasil PHPU sesuai kerangka hukum, harap KPU RI
Selasa, 16 April 2024 9:50 Wib
Pemerintah mendukung penegakan hukum kasus TPPO magang Jerman
Rabu, 3 April 2024 20:06 Wib
Penuhi panggilan MK, menteri tidak perlu izin presiden
Selasa, 2 April 2024 18:17 Wib
Hak asasi warga terampas di Haiti
Jumat, 29 Maret 2024 11:40 Wib
Bupati Sleman sebut setiap orang berhak mendapatkan akses terhadap keadilan
Rabu, 27 Maret 2024 18:28 Wib
Hindari masalah hukum, pinta OJK, dengan tak manfaatkan jasa pinjol
Rabu, 27 Maret 2024 5:59 Wib
Tim hukum TPN Ganjar-Mahfud melengkapi bukti gugatan PHPU Pilpres 2024
Selasa, 26 Maret 2024 18:33 Wib