Edi Swasono dan Ciptaningsih peroleh "HB Award"

id h award edi

Edi Swasono dan Ciptaningsih peroleh "HB Award"

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (Foto Antara/Rizky)

Jogja (Antara Jogja) - Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sri Edi Swasono dan pegiat Yayasan Sayap Ibu Ciptaningsih Utaryo memperoleh anugerah "HB IX Award" dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Penganugerahan penghargaan kepada kedua tokoh tersebut dilakukan pada puncak peringatan Dies Natalis Ke-64 Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, Kamis.

Rektor UGM Pratikno mengatakan Edi Swasono memperoleh "HB IX Award" dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan Ciptaningsih dalam bidang kemanusiaan. Dipilihnya Ciptaningsih karena dinilai sebagai tokoh sukarelawan yang giat mengurus bayi-bayi tanpa orang tua atas dasar panggilan hati.

"Keduanya terpilih setelah melewati proses seleksi dari 29 nominasi yang diajukan ke Majelis Guru Besar (MGB) UGM," kata Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM itu.

Menurut dia, "HB IX Award" diberikan kepada tokoh yang memenuhi beberapa kriteria, di antaranya keduanya dianggap sebagai tokoh yang meneruskan perjuangan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX.

"Sultan HB IX adalah tokoh dan pejuang kemerdekaan yang nasionalis, berjiwa demokrat sejati, berpendirian bahwa tahta untuk rakyat, berpandangan jauh ke depan, serta bercita-cita tinggi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan prestasi luar biasa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, kemanusiaaan, dan kebudayaan," katanya.

Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UGM Sofian Effendi mengatakan Edi Swasono merupakan tokoh yang tidak berhenti mengingatkan pemerintah untuk kembali menerapkan pasal 33 UUD 1945.

"Edi Swasono merupakan guru besar yang konsisten memperjuangkan pasal 33 UUD 1945 yang isinya ekonomi Indonesia bukan ekonomi liberal tetapi ekonomi yang menyejahterakan," katanya.

Sri Edi Swasono dalam pidatonya mengatakan ambruknya ekonomi Amerika Serikat pada 2008 karena kesalahan teori ekonomi. Padahal di Amerika Serikat banyak peraih Nobel dalam bidang ekonomi.

"Kalau teorinya salah maka praktiknya juga salah. Kita menghabiskan waktu seolah-olah teori yang berlaku seperti pendulum di antara ekonomi kerakyatan dan kapitalis," katanya.

Menurut dia, selama ini teori ekonomi yang berlaku justru memiskinkan pemikiran manusia, karena teori yang berlaku adalah yang paling baik itu untungnya maksimal.

"Di Indonesia secara hukum adalah daulat rakyat tetapi secara praktik ternyata daulat pasar. Itu proses aboriginisasi, harus ada yang memperingatkan antara lain melalui intelektualitas," katanya.

(U.B015)
Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024