Peneliti: Australia harus terbuka selesaikan pencari suaka

id peneliti: asutralia harus

Peneliti: Australia harus terbuka selesaikan pencari suaka

UNHCR (Foto Antara)

Jogja (Antara Jogja) - Australia harus lebih terbuka dalam menyelesaikan masalah pencari suaka, dan membuka dialog dengan Indonesia, kata peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Muhadjir Darwin.

"Australia harus membuka dialog yang sejajar dengan Indonesia untuk menemukan solusi yang adil," katanya pada seminar `Australian Refugee Policy and the Indonesia/Australia Relationship`, di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis.

Selain itu, kata dia, sudah saatnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dalam penyelesaian masalah imigran gelap yang mencari suaka tersebut, karena hal itu merupakan masalah migrasi internasional.

"Kebijakan yang diambil Australia terkait dengan pencari suaka itu tidak adil bagi Indonesia. Australia sepertinya hanya mengatasi masalahnya sendiri, tetapi membiarkan masalah itu terjadi di negara lain," katanya.

Menurut dia, hal itu jelas tidak adil. Apalagi, Australia sama sekali tidak memberikan solusi ketika Indonesia menghadapi masalah saat pencari suaka tersebut didorong balik ke negeri ini.

"Indonesia seperti mendapat `getah` dari kebijakan Australia. Jika ditampung, Indonesia tidak memiliki kapasitas untuk menerima imigran gelap yang mencari suaka tersebut, dan jika dikembalikan ke negara asal tentu membutuhkan biaya besar," katanya.

Ia mengatakan Australia harus mengambil langkah diplomatik. Dalam hal ini perlu ada kesepakatan bersama yang menguntungkan bagi kedua pihak. Namun, hal itu tidak dilakukan Australia.

"Kebijakan yang diambil justru yang konfrontatif, ditambah lagi melakukan spionase, melewati batas teritori. Hal itu jelas sudah mengganggu dan melanggar kedaulatan negara tetangga," katanya.

Pakar Hukum Migrasi dan Pengungsi Universitas Adelaide, Australia, Alexander Reilly mengatakan melonjaknya jumlah pencari suaka menjadi persoalan berat bagi Australia.

Menurut dia, sejak 2001 sudah lebih dari 1.500 pencari suaka yang meninggal, dan masih banyak lagi yang tinggal di penampungan dalam masa yang panjang dan tanpa batas waktu, termasuk anak-anak.

"Perdana Menteri Australia Tonny Abbot akhirnya mengambil kebijakan yang tidak populer, `stop the boats`, dan semua kapal dihentikan dan didorong kembali ke wilayah perairan Indonesia," katanya.

Ia mengatakan logika kebijakan yang diterapkan Australia adalah jika berhasil menghentikan kapal dengan penolakan yang tegas, maka kasus penyelundupan manusia dan pencari suaka tidak akan terjadi lagi.

"Saat ini kebijakan yang diambil memang memicu ketegangan di antara kedua negara, tetapi tidak untuk ke depan," katanya.

(B015)
Pewarta :
Editor: Masduki Attamami
COPYRIGHT © ANTARA 2024