Pengamat: krisis moral penyebab kekerasan perempuan-anak

id kekerasan

Pengamat: krisis moral penyebab kekerasan perempuan-anak

Ilustrasi (Foto 108csr.com)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Krisis nilai moral yang dialami masyarakat modern saat ini, tidak terkecuali di Indonesia, menjadi penyebab meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, kata Pengamat Sosial Universitas Gadjah Mada Tadjuddin Nur Effendi.

"Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dihimpun dari berbagai sumber, khususnya media massa, cenderung meningkat dalam tiga tahun terakhir," kata Tadjuddin saat "workshop" isu-isu gender di Yogykarta, Kamis..

Menurut dia, masyarakat modern sudah tidak lagi memiliki nilai moral spiritual yang sangat penting sebagai pengendali tatanan kehidupan individu, keluarga dan masyarakat.

Berdasarkan data yang dihimpunnya, kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2011 tercatat sebanyak 119.107 kasus meningkat menjadi 216.156 kasus pada 2012 dan pada 2013 tercatat sebanyak 279.760 kasus.

Hal yang sama juga terjadi pada kasus kekerasan terhadap anak. Jumlah kasus pada 2011 tercatat sebanyak 2.508 kasus, meningkat menjadi 2.637 kasus pada 2012 dan meningkat menjadi 2.792 kasus pada 2013.

Tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak, lanjut dia, tidak sebatas pada kekerasan fisik semata namun juga pada kekerasan psikologis, seksual hingga pengabaian.

"Salah satu pilar penting untuk menangkal semakin meningkatnya kekerasan pada perempuan dan anak adalah mengarahkan lembaga keluarga untuk menjalankan fungsi sebagai pencegah tindakan kekerasan," katanya.

Sementara itu, Psikolog Klinis Anak Indria Laksmi Gamayanti mengatakan tindakan kekerasan terhadap anak seringkali terjadi tanpa disengaja oleh orang tua, misalnya mengabaikan anak.

"Karena kesibukan ibu dan ayah, anak menjadi terabaikan. Atau anak terpapar tayangan televisi yang tidak mendidik. Ini juga sudah termasuk dalam kategori kekerasan pada anak," katanya.

Ia berharap, orang tua bisa memantau setiap perilaku dan perkembangan anak setiap hari. "Akan ada perubahan-perubahan dalam diri anak yang mengalami kekerasan. Orang tua harus mengerti perubahan itu sehingga bisa menanganinya lebih cepat," katanya.

Perubahan tersebut di antaranya, anak mudah marah, murung, mudah tersinggung, menyakiti diri sendiri, merusak mainan, hingga mengigau.

"Sayangnya, belum ada pusat rehabilitasi khusus untuk memulihkan anak yang mengalami kekerasan," katanya.

Ia juga menyebutkan media massa seharusnya dapat menulis berita yang proporsional atas kasus kekerasan anak. "Tidak mendramatisir berita. Ini penting dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada korban," katanya.

(E013)
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024