Pemkab didorong segera petakan lahan pertanian berkelanjutan

id walhi segera petakan

Pemkab didorong segera petakan lahan pertanian berkelanjutan

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Foto antaranews.com)

Jogja (Antara Jogja) - Wahana Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong seluruh pemerintah kabupaten di daerah setempat segera melakukan pemetaan zonasi lahan pertanian pangan berkelanjutan guna menangkal tingginya alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Halik Sandera di Yogyakarta, Selasa, mengatakan hingga saat ini penyusutan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) yang beralih fungsi menjadi lahan permukiman maupun perhotelan masih tinggi. Ia mencontohkan, untuk Kabupaten Sleman bisa mencapai 100-200 hektare per tahun.

"Kalau tidak segera dipetakan zona pertanian mana saja yang dinyatakan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan, maka penjualan lahan para petani kepada para pengembang sulit dibendung," kata Halik.

Halik mengatakan, alokasi luasan lahan pertanian yang ditentukan sebagai lahan pertanian dilindungi atau sebagai LP2B sesungguhnya telah diatur oleh Pemerintah Daerah (Pemda) DIY melalui Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Dalam Perda tersebut telah ditetapkan lahan pertanian yang dilindungi seluas 35.911 hektare, terdiri atas Kabupaten Sleman seluas 12.377,59 hektare, Kulon Progo 5.029 hektare, Bantul 13.000 hektare, dan Gunung Kidul 5.500 hektare.

Namun demikian, dia mengatakan, Perda tersebut belum membendung peralihan fungsi lahan pertanian di daerah setempat. Sebab, para pemilik lahan pertanian di lapangan tidak mengetahui lahan mana saja yang dilindungi oleh pemerintah.

"Tidak bisa berhenti di Perda. Pemerintah kabupaten harus menginformasikan kepada masing-masing warganya mengenai lahan mana saja yang dikonservasi," kata dia.

Selain melakukan pemetaan, Pemkab juga perlu memberikan insentif bagi para pemilik lahan pertanian agar tidak serta merta menjual lahannya kepada pengembang.

Insentif itu, kata dia, tidak harus berupa uang, namun dapat berupa dukungan ketersediaan benih, pupuk, serta

menyediakan akses pasar untuk mempermudah penjualan hasil pertanian.

"Ketika hasil pertanian terus menerus menurun, tentu dilematis bagi petani untuk mempertahankan lahannya, sementara pengembang bersedia membeli dengan harga yang tinggi," kata dia.

Menurut dia, selain mengancan ketahanan pangan, tingginya alih fungsi lahan pertanian juga memicu kerusakan ekosistem misalnya ancaman banjir serta pengurangan cadangan air masyarakat.

Sementara itu, Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) DIY, Tri Haryono mengatakan mengingat lahan pertanian terus berkurang, para petani diharapkan tetap menggencarkan aktivitas tanam dengan memanfaatkan lahan marginal.

"Meskipun lahan semakin sempit, masyarakat dapat memanfaatkan "wedi kengser" (lahan marginal) yang ada di bantaran-bantaran sungai untuk tetap ditanami tanaman yang produktif," kata dia.
(KR-LQH)
Pewarta :
Editor: Heru Jarot Cahyono
COPYRIGHT © ANTARA 2024