ABY minta kenaikan UMK 2015 30 persen

id upah

ABY minta kenaikan UMK 2015 30 persen

Ilustrasi (Foto Antara)

Jogja (Antara Jogja) - Aliansi Buruh Yogyakarta menuntut Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menaikkan upah minimum kabupaten/kota pada 2015 sebesar 30 persen dengan merevisi komponen kebutuhan hidup layak buruh di daerah setempat.

Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) Kirnadi di Yogyakarta, Rabu, mengatakan komponen kebutuhan hidup layak (KHL) yang dijadikan indikator acuan oleh Dewan Pengupahan DIY masih belum sesuai dengan kondisi riil rata-rata buruh.

Hal itu, menurut dia, menyebabkan inisiatif kenaikan UMK pada 2015 diperkirakan masih rendah.

"Kalau mengacu survei KHL Dewan Pengupahan, kenaikan upah masih belum signifikan, yakni sekitar 10 persen," kata dia.

Menurut dia kenaikan UMK sebesar 30 persen cukup beralasan mengingat beban kebutuhan buruh pada 2015 akan semakin meningkat, baik dipicu persoalan kenaikan bahan bakar minyak (BBM), maupun beban kebutuhan lainnya.

Menurut dia, salah satu penyebab kenaikan upah saat ini masih rendah adalah karena pedoman survey KHL masih menggunakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2005.

Padahal, Permen tersebut, kata dia, sudah tidak relevan lagi digunakan sebagai pedoman survey KHL, karena parameter yang digunakan hanya mencakup kebutuhan hidup buruh lajang dengan usia kerja 0-1 tahun, yang tidak bisa disamaratakan dengan buruh yang telah berumah tangga.

"Survei Dewan Pengupahan juga masih berpatokan pada harga sewa kamar kos buruh dengan ukuran 2x3 sampai 3x4 meter. Padahal itu tidak sesuai dengan kebutuhan layak buruh," kata dia.

Menurut Kirnadi, hasil survey KHL yang dihimpun Dewan Pengupahan DIY, dengan hasil survey yang dilakukan ABY pada September 2014 cukup jauh berbeda.

Ia menyebutkan, hasil survei untuk KHL Kota Yogya mencapai Rp2.165.088, Sleman Rp2.138.950, Bantul Rp2.090.561, Gunungkidul Rp2.001.559, dan Kulonprogo Rp1.996.013.

Sementara itu, agar survei KHL sesuai dengan kebutuhan hidup buruh saat ini, menurut dia, Dewan Pengupahan perlu melakukan revisi jumlah komponen KHL dari 60 item, menjadi 84 item. Penambahan komponen itu, utamanya mencakup persoalan pendidikan, Perumahan, dan makanan.

"Untuk komponen perumahan, misalnya yang dulu hanya dihitung untuk penyewaan kamar kos, sekarang harus sudah dihitung dengan standar kredit pemilikan rumah (KPR)," kata dia.

(KR-LQH)
Pewarta :
Editor: Hery Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2024