Jakarta
(Antara Jogja) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan menegaskan
kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait dengan
larangan "transshipment" atau alih muatan di tengah laut tidak boleh
kendor atau dilonggarkan.
"Menteri Kelautan dan Perikanan tidak
boleh kendor dengan memperbolehkan kembali alih muatan di tengah laut,"
kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim dalam keterangan tertulis
yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut Abdul Halim,
"transshipment" bakal berakibat antara lain kepada menghilangnya
pemasukan Negara akibat hilangnya pendapatan bukan pajak di Kementerian
Kelautan dan Perikanan seperti diatur di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2006, misalnya jasa pelabuhan perikanan.
Dalam hal
ini, ujar dia, masyarakat pelaku perikanan skala kecil dan industri
dalam negeri kehilangan kesempatan untuk ikut mengolah bahan mentah.
"Kedua,
pelabuhan pangkalan dalam negeri dianggap tidak berkualitas
dibandingkan pelabuhan di negara lain untuk pendaratan hasil tangkapan
ikan," katanya.
Ia menjelaskan, hal dapat dinilai merugikan
negara akibat selisih harga jual dalam mata rantai perdagangan produk
perikanan, khususnya upaya untuk meningkatkan nilai tambah produk
perikanan sebelum komoditas itu diekspor.
Ketiga, lanjutnya,
volume hasil tangkapan ikan yang dialihmuatkan di tengah laut tidak bisa
terdata dengan pasti oleh otoritas sehingga menyulitkan pengambil
kebijakan untuk mengevaluasi ketersediaan stok ikan.
"Pengalaman
buruk inilah yang dialami oleh negara-negara di kepulauan Pasifik
berkenaan dengan pengelolaan ikan tuna yang tidak didaratkan ke
pelabuhan pangkalan sebagaimana diatur, di antaranya Kepulauan Solomon
sebanyak 2,201 ton," kata Sekjen Kiara.
Sementara itu, Kesatuan
Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menduga aturan yang bakal
melonggarkan larangan "transshipment" (alih muatan di tengah laut)
karena adanya desakan yang kuat dari elemen mafia perikanan.
"Patut
diduga kelonggaran ini diberikan di bawah tekanan para mafia
perikanan," kata Ketua Umum KNTI M Riza Damanik di Jakarta, Senin (9/2).
Riza
mengaku heran karena satu persatu peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan yang awalnya ketat, sekarang malah kembali dilonggarkan.
Ia menyebutkan, belum terpapar jelas siapa sesungguhnya mafia perikanan yang merugikan bangsa selama puluhan tahun itu.
"Membuka
kembali transshipment oleh kapal asing, tanpa terlebih dahulu
mengungkap dan menghukum mafia perikanan, ataupun tanpa terlebih dahulu
memperbaiki skema pengawasan adalah keputusan ceroboh yang membahayakan
masa depan pangan perikanan kita," tegasnya.
Untuk itu, Riza
Damanik mengutarakan harapannya agar ada konsistensi dari Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk mengembalikan nelayan dan
kapal Indonesia menjadi tuan rumah di lautnya sendiri.
Sebelumnya,
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, dirinya
bakal berdiskusi dengan sejumlah pihak guna mempertimbangkan
dibolehkannya "transshipment" atau alih muatan di tengah laut untuk
kapal lokal asalkan memenuhi sejumlah persyaratan.
"Saya tidak
akan mencabut Peraturan Menteri (terkait larangan transshipment), tapi
saya akan keluarkan petunjuk pelaksanaan untuk kapal-kapal pengepul dan
pengangkutnya," kata Susi Pudjiastuti dalam rapat kerja Menteri Kelautan
dan Perikanan dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin (26/1).
Oleh Muhammad Razi Rahman
Jakarta
(Antara Jogja) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan menegaskan
kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait dengan
larangan "transshipment" atau alih muatan di tengah laut tidak boleh
kendor atau dilonggarkan.
"Menteri Kelautan dan Perikanan tidak
boleh kendor dengan memperbolehkan kembali alih muatan di tengah laut,"
kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim dalam keterangan tertulis
yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut Abdul Halim,
"transshipment" bakal berakibat antara lain kepada menghilangnya
pemasukan Negara akibat hilangnya pendapatan bukan pajak di Kementerian
Kelautan dan Perikanan seperti diatur di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2006, misalnya jasa pelabuhan perikanan.
Dalam hal
ini, ujar dia, masyarakat pelaku perikanan skala kecil dan industri
dalam negeri kehilangan kesempatan untuk ikut mengolah bahan mentah.
"Kedua,
pelabuhan pangkalan dalam negeri dianggap tidak berkualitas
dibandingkan pelabuhan di negara lain untuk pendaratan hasil tangkapan
ikan," katanya.
Ia menjelaskan, hal dapat dinilai merugikan
negara akibat selisih harga jual dalam mata rantai perdagangan produk
perikanan, khususnya upaya untuk meningkatkan nilai tambah produk
perikanan sebelum komoditas itu diekspor.
Ketiga, lanjutnya,
volume hasil tangkapan ikan yang dialihmuatkan di tengah laut tidak bisa
terdata dengan pasti oleh otoritas sehingga menyulitkan pengambil
kebijakan untuk mengevaluasi ketersediaan stok ikan.
"Pengalaman
buruk inilah yang dialami oleh negara-negara di kepulauan Pasifik
berkenaan dengan pengelolaan ikan tuna yang tidak didaratkan ke
pelabuhan pangkalan sebagaimana diatur, di antaranya Kepulauan Solomon
sebanyak 2,201 ton," kata Sekjen Kiara.
Sementara itu, Kesatuan
Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menduga aturan yang bakal
melonggarkan larangan "transshipment" (alih muatan di tengah laut)
karena adanya desakan yang kuat dari elemen mafia perikanan.
"Patut
diduga kelonggaran ini diberikan di bawah tekanan para mafia
perikanan," kata Ketua Umum KNTI M Riza Damanik di Jakarta, Senin (9/2).
Riza
mengaku heran karena satu persatu peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan yang awalnya ketat, sekarang malah kembali dilonggarkan.
Ia menyebutkan, belum terpapar jelas siapa sesungguhnya mafia perikanan yang merugikan bangsa selama puluhan tahun itu.
"Membuka
kembali transshipment oleh kapal asing, tanpa terlebih dahulu
mengungkap dan menghukum mafia perikanan, ataupun tanpa terlebih dahulu
memperbaiki skema pengawasan adalah keputusan ceroboh yang membahayakan
masa depan pangan perikanan kita," tegasnya.
Untuk itu, Riza
Damanik mengutarakan harapannya agar ada konsistensi dari Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk mengembalikan nelayan dan
kapal Indonesia menjadi tuan rumah di lautnya sendiri.
Sebelumnya,
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, dirinya
bakal berdiskusi dengan sejumlah pihak guna mempertimbangkan
dibolehkannya "transshipment" atau alih muatan di tengah laut untuk
kapal lokal asalkan memenuhi sejumlah persyaratan.
"Saya tidak
akan mencabut Peraturan Menteri (terkait larangan transshipment), tapi
saya akan keluarkan petunjuk pelaksanaan untuk kapal-kapal pengepul dan
pengangkutnya," kata Susi Pudjiastuti dalam rapat kerja Menteri Kelautan
dan Perikanan dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin (26/1).
Berita Lainnya
MK mampu lakukan pendalaman empat menteri saat sidang, kata pengamat
Jumat, 5 April 2024 4:27 Wib
PM Selandia Baru Luxon setuju pendekatan persuasif bebaskan Kapten Philip, papar Wapres RI
Selasa, 27 Februari 2024 11:17 Wib
Pilot Susi Air masih berada di Kabupaten Nduga, beber Kapolda
Rabu, 7 Februari 2024 14:04 Wib
Susi Pudjiastuti akan gabung tim Bapilu Gerindra Jabar
Selasa, 21 November 2023 7:33 Wib
Susi minta Perpres 44/2016 diperjuangkan demi jaga kedaulatan laut RI
Sabtu, 14 Oktober 2023 17:43 Wib
Prabowo Subianto takut ditenggelamkan Susi jika tak icipi masakannya
Senin, 17 Juli 2023 21:14 Wib
Negosiasi dengan Egianus Kogoya cegah korban jiwa
Jumat, 14 Juli 2023 16:40 Wib
Pemerintah prioritaskan negosiasi bebaskan Pilot Susi Air
Jumat, 7 Juli 2023 1:25 Wib