Keraton Yogyakarta tidak akan mengintervensi pembahasan raperdais

id keraton yogyakarta

Keraton Yogyakarta tidak akan mengintervensi pembahasan raperdais

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Foto supermilan.wordpress.com)

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Keraton Yogyakarta tidak akan mengintervensi DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta membahas Rancangan Peraturan Daerah Keistimewaan tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.

Parentah Hageng Keraton Yogyakarta KRT Yudahadiningrat di Yogyakarta, Jumat, mengatakan Undang-Undang Keistimewaan (UUK) yang mengatur persoalan pengisian jabatan gubernur merupakan ranah DPRD sehingga Keraton Yogyakarta tidak memiliki kepentingan untuk mengintervensi.

"Tata jabatan gubernur bukan ranah Kasultanan sehingga kalaupun kami didatangkan untuk membahas itu sifatnya hanya dimintai pendapat saja," kata Yudahadiningrat.

Adapun pernyataan pihak keraton mengenai UUK tersebut bersifat sebagai pendapat, sehingga menurut dia, DPRD DIY tetap memiliki kewenangan sepenuhnya untuk menjelaskan UUK khususnya Pasal 18 ayat 1 mengenai pengisian jabatan gubernur.

"Monggo saja kalau fraksi di DPRD mau menafsirkan UUK seperti apa," kata dia.

Menurut Yudahadiningrat, penyertaan daftar riwayat hidup sesuai Pasal 18 ayat 1 UUK baik secara lengkap maupun tidak untuk calon Gubernur memiliki substansi yang sama seperti halnya saat melamar pekerjaan.

"Kalau kita melamar pekerjaan kan juga menyerahkan daftar riwayat hidup baik nama istri maupun nama anak. Substansinya kan tidak berbeda," kata dia.

Dalam Undang-undang Keistimewaan (UUK) DIY Nomor 13/2012 Pasal 18 ayat 1 disebutkan bahwa calon gubernur harus mencantumkan daftar riwayat hidup yang meliputi riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri dan anak.

"Memang ada pendapat dari Sultan, tapi kan itu tidak mengharuskan (dilaksanakan)," kata dia.

Sebelumnya, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai pasal dalam UUK yang mengatur soal pengisian jabatan gubernur masih diskriminatif karena mengharuskan pencantuman nama istri.

Menurut Sultan, Undang-Undang Keistimewaan tersebut seharusnya berlaku adil untuk diterapkan kepada seluruh rakyat Yogyakarta, seperti yang berlaku di provinsi-provinsi lain.

"Kalau Undang-Undang (Keistimewaan) itu mengharuskan mencantumkan nama istri kan berarti Gubernur harus laki-laki, itu diskriminatif," kata Sultan kepada wartawan di Kompleks Kepatihan belum lama ini. ***2***

(T.L007)
Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024