Ekspor gula semut Kulon Progo tunggu sertifikat

id gula semut

Ekspor gula semut Kulon Progo tunggu sertifikat

ilustrasi gula semut (Humas Kabupaten Kulon Progo)

Kulon Progo (Antara Jogja) - Puluhan ton gula semut produksi petani gula kelapa Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih menumpuk di gudang karena belum bisa diekspor menunggu perpanjangan sertifikasi organik.

Ketua Kelompok Perajin Gula Semut "Jatisani", Biyantono di Kulon Progo, Senin, mengatakan, Koperasi Jatirogo atau KUB Tiwi Manunggal tidak bisa mengekspor gula semut itu tanpa mencantumkan produk tersebut berlabel sertifikasi organik yang masih berlaku.

"Sertifikasi organik sendiri harus diperpanjang setiap tahun sekali. Nira kelapa yang sudah terlanjur dimasak menjadi gula semut masih menumpuk di gudang kelompok dan di rumah petani gula kelapa. Total bisa mencapai puluhan ton," kata Biyantono.

Ia mengatakan dirinya belum mengetahui sampai kapan, gula semut akan kembali diekspor.

"Sampai saat ini, lembaga sertifikasi belum meloloskan permohonan meloloskan perpanjangan serfitikasi organik yang masa berlakukan sudah berakhir sekitar April 2015," katanya.

Dia mengatakan petani gula kelapa mengharapkan pemerintah dapat membantu memasarkan gula semut. Sebelum kembali mengekspor gula semut, sebagian sebagian petani gula kelapa kembali memproduksi gula kelapa yang dicetak menggunakan tempurung atau gula batok untuk memenuhi kebutuhan lokal.

Menurutnya, terpaksa membuat gula batok dengan harga jual di pasaran lebih murah. Harga gula semut untuk pasaran ekspor sekitar Rp18.000 per kg. Sedangkan harga gula batok hanya sekitar Rp12.000 per kg.

"Kami berharap, gula semut tidak hanya untuk pasaran ekspor. Sehingga jika terbentur sertifikasi seperti sekarang, gula semut juga masih laku di pasaran lokal atau dalam negeri," harapnya.

Sementara itu, sejumlah petani gula kelapa di wilayah Kecamatan Kokap menyatakan tidak lagi memproduksi gula semut. Sejak ekspor terhenti, kelompok tidak menampung gula semut. Nira kelapa yang dihasilkan setiap hari diproduksi menjadi gula batok.

"Petani gula kelapa tidak mampu menjual gula semut ke pasaran lokal. Untuk mempermudah penjualan, sebagian petani memilih kembali memproduksi gula batok," kata salah seorang petani gula kelapa di Desa Hargorejo Wartono.

Namun demikian, ia mengakui harga gula batok lebih rendah dibandingkan harga gula semut. Petani tidak dipusingkan untuk penjualan karena setiap pedagang bersedia membeli.

"Kami masih dapat menjual gula batok, sehingga kami dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari," kata dia.
KR-STR
Pewarta :
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2024