Pakar: hukuman finansial koruptor masih rendah

id Pakar: hukuman finansial koruptor masih rendah

Pakar: hukuman finansial koruptor masih rendah

Ilustrasi stop korupsi (Foto antaranews.com)

Yogyakarta (Antara Jogja) - Hukuman finansial yang dijatuhkan kepada koruptor selama 2001 hingga 2013 di Indonesia masih jauh lebih rendah jika dibandingkan kerugian yang ditanggung negara akibat tindak pidana korupsi, kata peneliti.

"Kerugian negara akibat korupsi selama 2001-2013 mencapai Rp96,37 triliun namun total hukuman finansial yang dibebankan kepada koruptor hanya Rp10,77 triliun atau hanya 10,05 persen dari kerugian negara," kata peneliti Ekonomi Kriminalitas Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Rimawan Pradiptyo saat memaparkan hasil analisis korupsi di Indonesia periode 2001 hingga 2013 di Kampus UGM Yogyakarta, Selasa.

Menurut Rimawan, kondisi itu cukup ironi sebab Rp85,60 triliun yang merupakan selisih antara nilai kerugian negara dengan hukuman finansial koruptor harus menjadi beban yang ditanggung oleh para pembayar pajak. "`Beban subsidi` rakyat kepada koruptor sangat tinggi dan menciptakan ironi dari sisi keadilan," kata dia.

Ia mengatakan seharusnya hukuman finansial bagi koruptor juga harus memperhitungkan biaya sosial kejahatan. Komponen biaya sosial kejahatan itu meliputi kejahatan terhadap individu dan rumah tangga, kejahatan terhadap sektor bisnis, serta kejahatan terhadap pemerintah.

"Koruptor merugikan masyarakat karena hanya menguntungkan pelaku, namun menciptakan beban sosial bagi masyarakat," kata dia.

Selain itu, ia mengatakan denda atau hukuman finansial antara koruptor kelas gurem dengan koruptor kelas kakap yang dijatuhkan oleh Mahkaham Agung (MA) juga terjadi ketimpangan. Koruptor kelas gurem yang berjumlah 85 orang dengan total kerugian negara Rp468 juta justru memiliki total hukuman finansial Rp22,1 miliar.

Sementara koruptor kelas kakap yang berjumlah 104 orang dengan total kerugian negara mencapai Rp68 triliun, justru memiliki total denda atau hukuman finansial Rp700 miliar.

"Itu adalah salah satu fakta yang bisa mengindikasikan bahwa hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas," kata dia.

Seharusnya, menurut Rimawan, hukuman kepada koruptor perlu diperberat dengan menciptakan reputasi negatif bagi mereka. Misalnya, ia mencontohkan dengan menghilangkan hak politik untuk dipilih sebagai pejabat publik, menghilangkan akses ke produk keuanganan tertentu. "Selain itu juga perlu standarisasi penyebutan mantan koruptor di media massa," kata dia.

(T.L007)
Pewarta :
Editor: Luqman Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2024