Gunung Kidul berupaya wujudkan bebas pasung 2017

id pasung

Gunung Kidul berupaya wujudkan bebas pasung 2017

ilustrasi pemasungan (antaranews.com)

Gunung Kidul (Antara Jogja) - Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berupaya mewujudkan target Indonesia bebas pasung 2017.

Kepala Dinsosnakertrans Gunung Kidul Dwi Warna Widi Nugraha di Gunung Kidul, Selasa, mengatakan di wilayah ini sudah ada 18 orang yang teridentifikasi dipasung, dan empat orang di antaranya dipantau Dinsosnakertrans.

"Tim kami menemukan empat orang yang bisa secara langsung melihat, sementara lainnya cukup sulit ditembus. Kami rasa bisa lebih dari 18 orang jika ditotal di seluruh Gunung Kidul," kata Dwi Warna.

Ia mengatakan empat orang itu merupakan warga Kecamatan Panggang, Giripurwo, Playen, dan Gedangsari. Dinsosnakertrans sudah melakukan pendekatan agar warga tersebut dibebaskan dan mendapatkan perawatan dari tim medis, namun selalu ditolak oleh pihak keluarga.

"Mereka selalu beralasan malu dan memilih merawat di rumah dengan cara dipasung. Usia yang dipasung masih produktif antara 29 tahun hingga 47 tahun," katanya.

Dwi mengatakan meski bisa melakukan pemantauan dan sosialisasi, pihaknya belum bisa membebaskan mereka untuk dirawat di RS Jiwa Grasia, Sleman, atau mendapatkan penanganan dari pihak medis. Bahkan, untuk memberikan bantuan pun tidak bisa dilakukan.

"Kami jelas tidak bisa memberikan bantuan karena itu dilarang, padahal kondisinya memprihatinkan," kata dia.

Dengan target yang diberikan pemerintah pusat, 2017 bebas pasung dan sebentar lagi pada 10 Oktober merupakan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia .

Ia berharap ada dukungan dari masyarakat agar keluarganya yang dipasung mau dibebaskan. "Keluarga cenderung malu dan menutupi. Untuk itu, kami berharap mereka mau terbuka," sesalnya.

Psikiater Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wonosari Ida Rochmawati menilai kasus pemasungan sebagian besar adalah kasus repasung artinya bukan pemasungan yang pertama. Pada umumnya mereka pernah terakses layanan kesehatan jiwa namun tidak berlansung kontinyu sehingga terjadi pemasungan kembali.

"Sebenarnya hal itu tidak akan terjadi apabila keberlangsungan pengobatan dapat dijalankan," ulasnya.

Menurut dia, pemasungan tidak terjadi apabila gangguan jiwa ditangani lebih dini. Hal ini dikarenakan adanya stigma tentang gangguan jiwa, penderita gangguan jiwa sering tidak datang ke layanan kesehatan terlebih dahulu tapi berobat alternatif sehingga mereka datang ke dokter dalam kondisi kronis.

Gangguan jiwa yang berpotensi pemasungan antara lain skizofrenia dan retardasi mental. "Saat ini sudah tersedia obat obatan psikotropika untuk penderita gangguan jiwa. Semakin dini mereka mendapatkan penanganan semakin kecil risiko kronis dan mengalami pemasungan," katanya.

(KR-STR)