Produksi padi Kulon Progo turun 22.247 ton

id padi

Produksi padi Kulon Progo turun 22.247 ton

ilustrasi. (Foto ANTARA/Mamiek)

Kulon Progo (Antara Jogja) - Produksi padi di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, selama 2016, mencapai 116.453 ton, turun 22.247 ton atau 16,51 persen dibanding tahun 2015 yang mencapai 138.700 ton gabah kering giling.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kulon Progo Bambang Tri Budi di Kulon Progo, Kamis, mengatakan produktivitas padi selama 2016 mengalami penurunan dibanding 2015.

"Penurunan produksi disebabkan penurunan produktivitas padi dari 67,92 ton per hektare gabah kering panen (GKP) menjadi 61,87 ton per hektare GKP," kata Bambang.

Penurunan produksi juga disebabkan kondisi cuaca ekstrem dan curah hujan yang tinggi. Tanaman padi di seluruh wilayah Kulon Progo yang mencapai ribuan hekate terendam banjir sehingga mempengaruhi tumbuh kembangnya tanaman padi.

"Curau hujan dengan intensitas tinggi terjadi merata di wilayah Kulon Progo. Hujan pada Juni, Oktober dan November menyebabkan tanaman padi terendam air. Akibatnya, petani harus menanam ulang hingga tiga kali," katanya.

Untuk itu, kata Bambang, DPP Kulon Progo akan meningkatkan kualitas infrastruktur pertanian seperti jaringan irigasi yang bagus, ketepatan dalam pemupukan, petugas lapangan yang selalu siap siaga dan petani menerapkan Gerakan Pengelolaan Tanaman Terpadu dengan sistem tanaman jajar legowo (Tajarwo).

"Kami akan mendampingi petani supaya produktivitas tanaman padi meningkat serta membantu petani memberantas OPT," kata dia.

Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Kulon Progo Hamam Cahyadi cukup prihatin atas turunnya produksi padi di wilayah itu. Seharusnya, DPP Kulon Progo segera menagih komitmen Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak merealisasikan normalisasi irigasi dan saluran drainase di seluruh wilayah itu.

Hamam mengatakan selama ini, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) selalu beralasan tidak memiliki anggaran untuk irigasi dan normalisasi jaringan karena anggaran digunakan untuk membangun Pelabuhan Tanjung Adikarto.

"Pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarto sudah berhenti sejak tiga tahun terakhir. Untuk itu, kami minta BBWSSO mengalokasikan anggaran yang signifikan untuk normalisasi irigasi dan saluran drainase," kata Hamam.

Ia mengatakan kondisi jaringan irigasi di Kulon Progo sangat memprihatinkan. Banyak lokasi yang rusak atau ambles seperti Talang Bowong, Kalibawang. Selain itu, BBWSSO juga harus menormalisasi drainase di Kecamatan Panjatan.

Setiap hujan deras dengan intensitas tinggi, ribuan hektare sawah di Kecamatan Panjatan, Galur, Lendah dan Wates terendam air. Akibatnya, produksi padi turun dan petani rugi miliaran rupiah.

"Drainase di Panjatan terjadi sedimentasi atau pendangkalan dan penyempitan," katanya.

Hamam juga menagih BBWSSO melalukan normalisasi Sungai Serang untuk mengendalikaj sedimentasi yang masuk ke kolam Pelabuhan Tanjung Adikarto.

"Minimal estimasi anggaran yang dibutuhkan Rp100 miliar. Kami minta BBWSSO mengusulkan pada APBN Perubahan 2017 dan APBN 2018," katanya. 
KR-STR