Yogyakarta (Antara Jogja) - Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada menyebut inisiatif hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi yang diajukan sejumlah anggota DPR khususnya Komisi III bertentangan dengan undang-undang.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Hifdzil Alim saat jumpa pers di Kantor Pukat UGM, Yogyakarta, Jumat, mengatakan sesuai bunyi Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2014 bahwa hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu UU dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan bertentangan dengan perundang-undangan.
"Jelas, hak angket seharusnya ditujukan kepada pemerintah, bukan lembaga penegak hukum independen seperti KPK," katanya.
Menurut Hifdzil, penggunaan hak angket yang salah alamat ini menunjukkan bahwa tekanan politik menguat ketika KPK mengusut kasus e-KTP yang diduga melibatkan anggota dan pimpinan DPR.
Ia menilai hak angket KPK yang digulirkan oleh Komisi III DPR RI bisa menghambat pengungkapan korupsi e-KTP. Alasannya, jika rekaman BAP tersangka pemberi keterangan e-KTP Miryam S. Haryani dibuka, ada kemungkinan nama-nama yang disebutkan di dalamnya bersiap-siap melarikan diri.
"Mereka bisa melakukan tindakan `obstruction of justice (menghalang-halangi proses penegakan hukum)," kata dia.
Oleh sebab itu, menurut Hifdzil inisiatif hak angket hanyalah upaya serangan balik terhadap KPK agar terhambat dalam mengungkap kasus-kasus besar.
"Pengalaman membuktikan serangan balik semakin gencar setiap KPK mengungkap kasus besar," kata Hifdzil.
Rapat Paripurna DPR menyetujui penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi yang diatur dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK di Jakarta, Kamis.
Hak angket itu untuk mendesak KPK membuka rekaman BAP tersangka pemberi keterangan e-KTP Miryam S. Haryani.
Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dan KPK sempat terjadi perdebatan alot. DPR mendesak KPK membuka rekaman BAP Miryam yang menyebutkan enam anggota Komisi III yang menekan dia saat bersaksi pada sidang kasus korupsi e-KTP.
KPK menolak permintaan DPR hingga akhirnya Komisi III menggulirkan dan membentuk pansus hak angket untuk mendapatkan rekaman BAP itu.
L007
Berita Lainnya
KPK laksanakan observasi Kulon Progo calon percontohan kabupaten antikorupsi
Rabu, 27 Maret 2024 17:20 Wib
KPK mencekal Windy Idol ke mancanegara
Rabu, 27 Maret 2024 17:07 Wib
KPK mengobservasi calon percontohan kabupaten antikorupsi di Bantul
Rabu, 27 Maret 2024 13:58 Wib
Windy Idol dipanggil KPK soal TPPU Hasbi Hasan
Selasa, 26 Maret 2024 14:08 Wib
Fadel Muhammad diperiksa KPK soal penagihan pembayaran APD
Senin, 25 Maret 2024 14:40 Wib
Sahroni diperiksa KPK terkait aliran uang dari SYL untuk NasDem
Senin, 25 Maret 2024 12:22 Wib
Jelang PIlkada 2024, KPK sarankan pembagian bansos dihentikan
Kamis, 21 Maret 2024 16:20 Wib
Tanah 5.911 m2 milik Andhi Pramono di Kepulauan Riau disita KPK
Senin, 18 Maret 2024 15:09 Wib