Biaya produksi gabah di Indonesia mahal

id harga gabah

Biaya produksi gabah di Indonesia mahal

Pengeringan gabah sebagai proses produksi benih di UPT Balai Benih Pertanian Bantul, DIY (Foto ANTARA/Sidik)

Bantul, 14/7 (Antara) - Kepala Perwakilan International Rice Research Institute Indonesia Zulkifli Zaini mengatakan biaya produksi gabah kering panen oleh petani di Indonesia sampai saat ini masih yang termahal.

"Biaya produksi untuk menghasilkan satu kilogram gabah di Indonesia sampai saat ini masih yang termahal," katanya di sela menghadiri panen raya padi di bulak Kanten, Desa Kebonagung Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat.

Karena itu, kata dia, lembaganya bersama pelaku pertanian di Indonesia dan Badan Litbang Kementerian Pertanian (Kementan) berupaya meningkatkan produktivitas padi agar panen bisa maksimal sebanding dengan biaya produksi.

Zulkifli mengatakan, upaya yang kedua, yaitu mengefisienkan pengeluaran biaya produksi yang di dalammya termasuk penggunaan pupuk, pestisida untuk menjaga dan merawat tanaman serta tenaga kerja yang menguras biaya besar.

"Ini salah satu alasan mengapa Balitbang Pertanian membuat teknologi untuk `transplanter` dan `combain harvester` untuk panen, karena bisa menekan biaya terutama tenaga kerja yang mengambil porsi terbesar di dalam usaha tani padi," katanya.

Menurut dia, selain itu ada teknologi lainnya yaitu pemberian biodekomposer untuk mengendalikan serangan hama wereng yang sampai saat ini masih menjadi masalah petani di berbagai daerah misalnya di Jawa Tengah (Jateng) Jawa Barat (Jabar) dan Jawa Timur (Jatim).

"Kita melihat pengaruh biodekomposer cukup efektif bisa mengendalikan hama wereng. Ini yang kita usahakan menekan penggunaan pestisida kimia dan mengoptimalkan pestisida hayati, karena ini akan menjadi pelindung tanaman," katanya.

Adapun salah satu kelompok tani yang mendapat pendampingan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta bersama IRRI dalam peningkatan produksi padi yaitu Kelompok Tani Sasono Catur melalui teknologi Jajar Legowo Super.

Peneliti dari BPTP Yogyakarta Arlyna Budi Puspita mengatakan, pada 2017 Poktan Sasono Catur berhasil melaksanakan demplot teknologi Jajar Legowo Super dengan lahan kurang lebih seluas tiga hektare yang pada Jumat (14/7) melakukan panen raya.

Ia mengatakan, dari hasil ubinan diperoleh rata-rata hasil gabah kering panen (GKP) varietas Inpari 30 sebanyak 7,3 ton per hektare, Inpari 31 sebanyak 9,3 ton per hektare dan Inpari 32 sebanyak 9,9 ton per hektare.

"Bila dibandingkan dengan hasil ubinan pada musim sebelumnya saat belum ada demplot (percontohan) Jajar Legowo Super, yaitu produktivitasnya 6,6 ton per hektare. Jadi ada peningkatkan produktivitas 33,3 persen," katanya.***3***
Pewarta :
Editor: Eka Arifa Rusqiyati
COPYRIGHT © ANTARA 2024