Kemenag DIY: butuh badan khusus cegah intoleransi

id intoleransi

Yogyakarta (Antara Jogja) - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta Lutfi Hamid mengatakan Pemda DIY membutuhkan badan khusus yang secara optimal mampu mendeteksi munculnya sikap intoleransi dan radikalisme di sekolah.

"Membutuhkan badan khusus yang secara sinergis mampu melakukan deteksi dini dan secara cepat melakukan pencegahan terhadap berbagai aspek yang cenderung mengarah pada sikap intoleransi," kata Lutfi dalam acara Dengar Pendapat Parampara Praja DIY dengan tema "Pencegahan Intoleransi dan Radikalisme di Yogyakarta, Rabu.

Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan Kemenag DIY, Lutfi menengarai berbagai sikap intoleransi dan antinasionalisme masih ada di sejumlah sekolah formal di Yogyakarta. Misalnya, tidak mau menggelar upacara bendera, serta enggan memajang gambar-gambar pahlawan nasional termasuk foto presiden.

"Saat kami melakukan monitoring mereka memajang foto pahlawan dan presiden. Tetapi begitu monitoring selesai foto-foto itu mereka copot kembali," kata dia.

Tanpa memiliki payung hukum serta badan khusus yang menaungi, Kemenag DIY maupun Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY tidak dapat melakukan penanganan sendiri secara cepat, khususnya untuk menekan sekolah agar tetap menaati program pemerintah. "Kami membutuhkan kekuatan lebih besar lagi," kata dia.

Wakil Ketua Lembaga penasihat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta atau Parampara Praja?Soetaryo menilai munculnya fenomena intoleransi hingga radikalisme dipicu oleh krisis wawasan sejarah pada generasi saat ini.

"Peristiwa-peristiwa intoleransi hingga radikalisme bermunculan karena sejarah mulai dipinggirkan," kata Soetaryo.

Soetaryo mengatakan sejarah Nusantara tidak lagi dianggap penting karena dinilai tidak relevan dengan bidang pekerjaan atau profesi yang digeluti kebanyakan masyarakat saat ini. Hal ini, menurut dia, yang mengakibatkan generasi saat ini mudah disusupi paham transnasional yang bersebrangan dengan jati diri bangsa.

Ia tidak yakin sejarah Wali Songo (wali sembilan) yang secara santun tanpa merusak budaya lokal berhasil menyebarkan Agama Islam di Bumi Nusantara masih dipahami dan diingat generasi muda saat ini.

"Saya tidak yakin budaya yang dibawa Wali Songo diterima dan dipahami dengan baik oleh generasi muda saat ini," kata dia.

(T.L007)