Angkasa Pura diminta membayar BPHTB Rp156 miliar

id Angkasa Pura

Angkasa Pura diminta membayar BPHTB Rp156 miliar

Kantor Angkasa pura Yogyakarta (Foto Antara/doc/Shinta)

Kulon Progo (Antara) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan melayangkan surat ke Kementerian Keuangan agar Angkasa Pura I membayar bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar Rp156 miliar kepada pemerintah kabupaten setempat sesuai undang-undang.

Ketua DPRD Kabupaten Kulon Progo Akhid Nuryati di Kulon Progo, Selasa, mengatakan tidak ada alasan kuat PT Angkasa Pura I tidak membayar bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) hanya berdasarkan surat tugas dari Kementerian Keuangan, karena sejak awal PT Angkasa Pura I memproklamasikan diri sebagai pemrakarsa.

"Keinginan kami tidak semata-mata PT Angkasa Pura I membayar BPHTB. Alasan kami akan melayangkan surat Kementerian Keuangan yang ditembuskan ke Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Sekretaris Negara, yakni AP I memposisikan diri sebagai negara karena mendapat tugas khusus dari negara," kata Akhid dalam workshop "BPHTB Pembangunan Bandara di Kulon Proogo Ditinjau dari sisi yuridis".

Menurut dia, kalau AP I memposisikan diri sebagai negara, aset bandara akan menjadi milik negara. Artinya, Pemkab Kulon Progo menjadi salah satu pihak yang memiliki investasi aset dari bandara.

"Sejauh dari koordinasi dengan pemkab, AP I statusnya belum berubah meski mendapat surat tugas dari negara. AP I sebagai lembaga yang mengejar keuntungan, wajib membayar BPHTB kepada Pemkab Kulon Progo," katanya.

Akhid mengatakan DPRD Kabupaten Kulon Progo akan mengupayakan dengan berbagai cara, supaya PT AP I membayar BPHTB sampai ada putusan yang dapat diterima secara hukum dan berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah.

Ia mempertanyakan setelah adanya pembayaran ganti rugi lahan dari warga itu kepada siapa. Dirinya akan mengumpulkan dokumen-doukumen tersebut.

"Artinya, kalau pada saat peralihan hak itu kepada AP I bukan negara, maka AP berkewajiban membayar pajak," tegas Akhid.

Dosen Fakultas Hukum UII Yogyakarta Ridwan mengatakan dirinya siap menjadi tim ahli hukum bila dibutuhkan DPRD dan Pemkab Kulon Progo terkait BPHTB.

Menurut Ridwan, persoalan BPHTB lahan bandara ada dua faktor, yakni penugasan khusus dan untuk kepentingan umum. Dua hal penting yang diacuan dasae AP I untuk tidak membayar BPHTB. Namun, dalam penugasan khusus yang dijadikan alasan AP I tidak ada penjelasan khusus, yang kemudian ditafsirkan sendiri oleh AP I dengan memaknai AP I sebagai pihak yang menjalankan fungsi negara.

Selanjutnya, alasan kedua yang digunakan AP I menghindar membayar BPHTB yakni pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum secara hukum yang berlaku umum itu, pemerintah dan pemerintah daerah. Undang-undang juga dimungkinkan pemrakarsa adalah BUMN.

Realitanya, yang membiayai pembangunan bandara adalah AP I. Anggaran bukan dari APBN, dan tanahnya menjadi aset AP I. Artinya, AP sebagai BUMN.

"PT AP I tetap berkewajiban membayar BPHTB. Surat keterangan khusus tidak menggugurkan kewajiban AP I sebagai subjek wajib pajak," katanya.

(KR-STR)