Yogyakarta (Antara Jogja) - Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada menilai temuan sementara Pansus hak angket KPK yang salah satunya menganggap KPK sebagai lembaga "superbody" yang tidak siap dikritik dan diawasi, tidak memiliki dasar yang kuat.
"Lebel `superbody` disematkan seakan-akan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memiliki batasan kewenangan," kata Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenurrohman di Kantor Pukat UGM, Yogyakarta, Rabu.
Menurut Zaenur, tuduhan itu tidak berdasar karena selama ini dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, lembaga antirasuah itu dibatasi pengaturan Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002.
Salah satunya dalam pasal 11 yang menyebutkan, KPK bisa melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.
Selain itu, lanjut dia, KPK juga dibentuk hanya untuk menangani tindak pidana korupsi, berbeda dengan lembaga penegak hukum lain yang memiliki kewenangan menangani semua jenis tindak pidana.
Awal desain pembentukan KPK, menurut dia, memang ditujukan agar dapat memberantas korupsi yang belum dapat dilakukan secara efisien dan efektif oleh lembaga penegak hukum yang sudah ada.
"Dalam fungsi penegakan hukum, tidak terdapat banyak perbedaan antara KPK dengan lembaga lain. Hukum materiil yang digunakan sama yaitu UU Tipikor dan hukum acara yang digunakan juga sama yaitu KUHAP," tutur dia.
Selain itu, Zaenur juga menilai temuan sementara Pansus angket yang menyimpulkan bahwa KPK tidak siap dan tidak bersedia dikritik serta diawasi juga jauh dari fakta. Pasalnya, DPR sendiri selama ini telah menjalankan pengawasan terhadap KPK melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP).
"Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga secara rutin menjalankan tugas melakukan pemeriksaan keuangan KPK," ujarnya.
Pukat UGM, menurut Zaenur, juga menilai janggal terhadap temuan Pansus lainnya yang menyebut KPK menggunakan opini media untuk menekan para pengkritiknya. Penggunaan media massa, seperti untuk mengumumkan perkembangan perkara, kata dia, justru merupakan bentuk transparansi oleh KPK.
"Sejauh pengamatan Pukat, KPK tidak pernah menggunakan media massa sebagai alat fitnah maupun menebar kebencian kepada pengkritiknya. Jika ada pihak yang merasa citranya rusak karena pengumuman tersangka oleh KPK, maka pihak tersebut perlu melakukan introspeksi diri," kata dia.
L007
Berita Lainnya
Mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto segera disidang
Selasa, 16 April 2024 18:07 Wib
Bupati Sidoarjo, Jatim, Ahmad Muhdlor ditetapkan tersangka korupsi
Selasa, 16 April 2024 13:04 Wib
KPK menerbitkan surat penyidikan baru Eddy Hiariej
Sabtu, 6 April 2024 9:17 Wib
KPK melakukan supervisi ke Pemkab Sleman
Selasa, 2 April 2024 20:27 Wib
KPK: Caleg terpilih wajib melaporkan LHKPN
Sabtu, 30 Maret 2024 6:39 Wib
KPK laksanakan observasi Kulon Progo calon percontohan kabupaten antikorupsi
Rabu, 27 Maret 2024 17:20 Wib
KPK mencekal Windy Idol ke mancanegara
Rabu, 27 Maret 2024 17:07 Wib
KPK mengobservasi calon percontohan kabupaten antikorupsi di Bantul
Rabu, 27 Maret 2024 13:58 Wib