Yogyakarta (Antara Jogja) - Indigenisasi atau pribumisasi ilmu sosial perlu dilakukan untuk mengatasi ketergantungan akademis, kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Ajat Sudrajat.
"Ketergantungan akademis disebabkan oleh kurangnya pendekatan masyarakat lokal terhadap ilmu sosial. Oleh karena itu diperlukan strategi indigenisasi dengan membangun konstruksi identitas," katanya di Ruang Ki Hajar Dewantara FIS UNY Yogyakarta, Rabu (4/10).
Pada pembukaan "1st International Conference of Social Sciences and Education" (ICSSED), Ajat mengatakan, hal itu dilakukan dengan meninjau atau menafsirkan kembali tradisi dan budaya masyarakat setempat.
"Pendukung strategi itu mencoba menunjukkan sifat dan atribut yang berguna dalam konsep dan gagasan lokal, dan menafsirkannya kembali. Mereka berpendapat bahwa konsep dan gagasan asli masyarakat setempat dapat menjadi sumber pengembangan teori modern," katanya.
Ia mengemukakan, imperialisme telah mengakibatkan ketergantungan Timur kepada negara-negara Barat. Imperialisme intelektual secara langsung terjadi pada masa penjajahan, sementara saat ini lebih berkaitan dengan kontrol dan pengaruh Barat atas arus pengetahuan ilmiah sosial.
Bentuk hegemoni itu tidak dipaksakan oleh Barat melalui dominasi kolonial, tetapi diterima dengan rela dan antusias yang menyakinkan oleh para ilmuwan dan perencana wilayah kolonial sebelumnya, bahkan di beberapa negara yang tetap independen selama periode tersebut.
"Jika di masa kolonial imperialisme akademik dipertahankan melalui kekuatan kolonial, neo-kolonialisme akademik saat ini dipertahankan melalui kondisi ketergantungan akademis," kata dia.
Ia menjelaskan, ketergantuangan akademis adalah kondisi di mana produksi pengetahuan dari komunitas ilmiah tertentu dikondisikan oleh perkembangan pengetahuan masyarakat ilmiah lainnya yang menjadi sasarannya.
"Ketergantungan ilmu sosial muncul karena ketergantungan gagasan, media pengumpulan ide, teknologi pendidikan, dana penelitian dan sistem pembelajaran, investasi pendidikan, dan permintaan dan keterampilan Barat," kata Ajat.
ICSSED yang berlangsung selama dua hari (4-5/10) itu menghadirkan pembicara pakar antara lain Syed Farid Alatas dari National University of Singapore, Max Lane (Victoria University Australia), PM Laksono (UGM), dan Suharno (UNY).
(B015)
Berita Lainnya
BRIN: Punya akurasi tinggi, penginderaan jauh
Jumat, 29 Maret 2024 11:23 Wib
Legislator: Kurikukum Merdeka harus menjadi kurikulum nasional
Jumat, 29 Maret 2024 8:01 Wib
SNBP PTN 2024 belum afirmasi pelajar disabilitas Indonesia
Jumat, 29 Maret 2024 4:15 Wib
12 PTN vokasi di Indonesia ikuti API Sarpras PTV
Jumat, 29 Maret 2024 0:21 Wib
Patahan besar RMKS membentang Jateng-Jatim dikaji BRIN
Kamis, 28 Maret 2024 19:46 Wib
BRIN sebut Transmisi gelombang radio tak relevan untuk internet
Kamis, 28 Maret 2024 15:33 Wib