Indef: pengaturan tarif transportasi "online" perlu dikaji

id taksi online

Indef: pengaturan tarif transportasi "online" perlu dikaji

Ilustrasi (ANTARA FOTO/Septianda Perdana/aww/16)

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance Berly Martawardaya memandang perlu mengkaji ulang pengaturan tarif dan kuota transportasi "online" dalam draf revisi Permenhub 26/2017 karena berisiko diuji materi kembali.

"Mengeluarkan peraturan yang berisiko untuk kembali diujimaterikan karena memuat butir-butir yang sudah dicabut oleh keputusan MA sebelumnya bukanlah solusi yang tepat," kata Berly dalam diskusi bertajuk "Menyoal Masa Depan Angkutan `Online` Pascarevisi Permenjub Nomor 26/2017" di Yogyakarta, Kamis.

Sebelumnya, butir-butir yang telah dibatalkan Mahkamah Agung (MA), kemudian masuk kembali ke draf final revisi Permenhub 26/2017 adalah persoalan tarif dan kuota.

Menurut Berly, menculnya kembali dua aturan itu menunjukkan bahwa Kemenhub masih terjebak dalam paradigma lama yang berusaha mengatur model bisnis baru yang tumbuh karena inovasi teknologi.

Mekanisme penentuan harga angkutan "online" sebelumnya dalam Permenhub 26/2017 yang mengatur soal tarif, menurut dia, sudah menerapkan sistem "dynamic pricing" yang bergerak fleksibel mengikuti mekanisme pasar. Mekanisme pasar dalam penentuan harga sudah efektif selama terjadi persaingan yang sehat.

"Yang harus ditindak tegas adalah penerapan `predatory pricing`, yakni satu operator membanting harga di bawah biaya operasional untuk membangkrutkan pesaing dan menguasai pangsa pasar," katanya.

Apabila tarif batas bawah harus diatur, kata dia, penetapan tarif itu bisa dengan memperhitungkan biaya bensin, asuransi kendaraan, dan upah minimum provinsi lokal untuk menghindari "predatory pricing" dan eksploitasi pengemudi.

Sementara itu, tarif batas atas, menurut Berly, tidak perlu diatur karena sistem "dynamic pricing" memang melakukan subsidi silang pada tingkat permintaan yang berbeda.

Selanjutnya, katanya lagi, jika tarif sudah diatur, tidak perlu lagi ada pengaturan kuota jumlah kendaraan.

Ia mencontohkan seperti di Jakarta aturan kuota taksi sudah dihapus sejak Desember 2015 dan para operator bisa melakukan penyesuaian tanpa adanya gejolak.

"Pengemudi angkutan `online` akan pindah profesi apabila sudah terlalu banyak armada sehingga pendapatannya tidak memadai," katanya.***3***

(L007)

Pewarta :
Editor: Victorianus Sat Pranyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024