Pustral : JJLS efektif antisipasi kemacetan di Yogyakarta

id JJLS

Pustral : JJLS efektif antisipasi kemacetan di Yogyakarta

Jalur jalan lintas selatan (JJLS) di wilayah Kabupaten Bantul, DIY (Foto Antara/Hery Sidik)

Yogyakarta (Antara) - Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada meyakini pembangunan infrastruktur Jalur Jalan Lingkar Selatan dapat berkontribusi mengantisipasi munculnya persoalan kemacetan sekaligus mempermudah akses transportasi ke berbagai destinasi wisata di daerah ini.

"Dengan adanya Jalur Jalan Lingkar Selatan (JJLS) akan memberikan alternatif bagi kendaraan yang akan masuk Yogyakarta dari arah barat maupun timur," kata Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dwi Ardiantara di Yogyakarta, Senin.

Menurut Dwi, potensi kemacetan di Yogyakarya perlu diantisipasi mulai sekarang karena sebagai kota wisata dan pendidikan, Yogyakarta memiliki potensi kepadatan lalu-lintas yang tinggi.

Upaya pembangunan infrastruktur jalan seperti proyek JJLS, menurut dia, patut diapresiasi meskipun perlu diimbangi dengan aspek penunjang lainnya, seperti manajemen lalu lintas yang baik, serta perbaikan layanan transportasi umum.

Seperti diketahui, proyek JJLS akan menghubungkan wilayah Bantul, Gunung Kidul dan Kulon Progo dengan panjang mencapai 122,3 kilometer dengan rincian, Gunungkidul sepanjang 82 kilometer, kemudian Kulon Progo 23,3 kilometer, dan Bantul 17 kilometer.

Dalam proyek yang ditargetkan rampung pada 2019 itu, Pemda DIY hanya mendapatkan tanggungjawab pembebasan tanah menggunakan Dana Keistimewaan (Danais), sementara pembangunan fisik jalan dilakukan pemerintah pusat menggunakan dana APBN.

Dwi mengakui kepadatan arus lalu-lintas selama ini cenderung terpusat di tengah Kota Yogyakarta, sehingga dengan adanya JJLS diharapkan akan mengurangi konsentrasi lalu lintas kendaraan di pusat kota.

Kendati demikian, menurut Dwi, pemenuhan infrastruktur jalan tidak lantas mampu menyelesaikan persoalan kepadatan lalu-lintas. Upaya itu, kata dia, perlu dimbangi dengan penyediaan moda transportasi umum yang nyaman bagi masyarakat, sehingga tidak ada kemacetan karena penggunaan kendaraan pribadi semakin berkurang.

"Menurut saya persoalan jalan hanya satu aspek saja. Persoalan lainnya adalah bagaimana mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang terus menerus bertambah," kata dia.

Jumlah angkutan umum, menurut dia, masih sulit mengalahkan pertumbuhan kendaraan pribadi, disebabkan menjamurnya produk kendaraan pribadi di pasaran yang dijual dengan harga yang relatif murah.

"Keengganan masyarakat beralih menggunakan angkutan umum disebabkan mereka masih merasa nyaman menggunakan kendaraan sendiri," kata dia.

(L007)