Kemenag DIY meminta ASN menjadi agen toleransi

id Kemenag DIY meminta ASN menjadi agen toleransi

Kemenag DIY meminta ASN menjadi agen toleransi

Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agama DIY Muhammad Lutfi Hamid (kanan) memberikan paparan saat media gethering di Kantor Kanwil Kemenag DIY, Senin (27/11) (Foto ANTARA/Luqman Hakim/ags/17)

Yogyakarta - (Antara) - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta Muhammad Lutfi Hamid meminta seluruh aparatur sipil negara di lingkungan institusinya mampu menjadi agen toleransi di tengah-tengah masyarakat.

"Semua aparatur sipil negara (ASN) di Kemenag DIY harus bisa menjadi agen tumbuhnya harmonisasi kerukunan umat beragama," kata Lutfi di Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) DIY, Senin.

Menurut Lutfi, untuk mempertegas komitmen ASN Kemenag, seluruh ASN di lima kabupaten/kota di DIY yang seluruhnya berjumlah 8.000 orang termasuk pegawai tidak tetap (PTT) dan guru tidak tetap (GTT) akan diminta melakukan deklarasi bersama dalam acara "Gebyar Kerukunan" di GOR Amongrogo, Yogyakarta, pada 10 Desember 2017.

"Melalui deklarasi itu mereka akan menyatakan diri siap menjadi agen toleransi di masyarakat," kata dia.

Gebyar Kerukunan sendiri, kata dia, rencananya akan dihadiri Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

"Konsep menjaga kerukunan dan toleransi juga akan diselaraskan dengan visi dan misi Gubernur DIY sehingga kami berharap Pak Gubernur bisa hadir," kata dia.

Ia mengatakan pelibatan ASN di lingkungan Kemenag sangat strategis untuk menjaga kerukunan dan toleransi di tengah masyarakat Yogyakarta. Pasalnya, ia menilai hampir sebagian besar ASN tersebut memiliki posisi yang penting di lingkungan masyarakat.

"Di manapun mereka tinggal, pegawai Kemenag minimal dijadikan tokoh atau rujukan di lingkungannya," kata dia.

Oleh sebab itu, Lutfi meminta para ASN di lingkungan Kemenag DIY terus menerus membekali diri agar selalu siap menjaga harmonisasi di tengah masyarakat seiring dengan berbagai perkembangan pola hubungan sosial.

"Karena munculnya sikap intoleran antara lain disebabkan karakter masyarakat Yogyakarta yang mudah menerima paham atau ideologi dari luar," kata dia.

Kemenag, kata dia, juga jangan sampai menjadi garis demarkasi yang memisahkan antara agama dan budaya. Hal itu, menurut dia, karena budaya yang tumbuh di Yogyakarta bisa terus bertahan juga karena memiliki nilai spiritualitas.

"Ini penting jangan sampai belum siap karena pada 2018-2019 seluruh akses Yogyakarta semakin terbuka maka akan tumbuh industrialisasi dan perubahan perilaku masyarakat Yogyakarta," kata dia.***4***
(T.L007)