Yogyakarta nyatakan belum ada kasus difteri

id Difteri

Yogyakarta nyatakan belum ada kasus difteri

Bulan Imunisasi Anak Sekolah Petugas Puskesmas Sindangbarang Kota Bogor menyuntikkan vaksin Td (Tetanus difteri) kepada siswa SD di ruang UKS SD Insan Kamil, jalan Dramaga, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (28/11/2016). (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Yogyakarta, (Antara Jogja) - Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menyatakan belum menerima satu pun laporan munculnya kasus difteri di masyarakat, namun pemerintah menyatakan akan tetap mewaspadai potensi yang ada.

"Sampai sekarang belum ada laporan yang masuk. Tetapi kami mengimbau agar wilayah melalui puskesmas untuk melihat kembali status imunisasi wajib yang harus diberikan kepada bayi," kata Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Yudiria Amelia di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, salah satu upaya yang paling efektif untuk menegah penularan difteri adalah melalui pemberian vaksinasi difteri yang biasanya dilakukan bersamaan dengan pertusis dan tetanus atau DPT.

Imunisasi DPT menjadi salah satu imunisasi wajib yang diberikan sebanyak lima kali sejak bayi berusia dua bulan hingga usia enam tahun. Pemberian vaksin dilakukan pada saat bayi berusia dua bulan, empat bulan dan enam bulan dan selanjutnya dilakukan pada usia 18-24 bulan dan vaksinasi terakhir dilakukan saat berusia lima tahun.

Yudirian menyebut, pencapaian pemberian imunisasi DPT kepada anak di Kota Yogyakarta sudah cukup baik bahkan melampaui target nasional. "Harapannya, setelah melakukan imunisasi wajib juga bisa diikuti dengan pemberian `booster` DPT agar tubuh semakin kebal," katanya.

Selain imunisasi, upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan difteri adalah dengan menjaga pola hidup bersih dan sehat sehingga bakteri penyebab penyakit tidak dapat berkembang.

"Apalagi, anak-anak usia sekolah sangat rentan terhadap penyakit ini," kata Yudiria.

Difteri merupakan penyakit pada selaput lendir hidung dan tenggorokan yang menyebabkan munculnya lapisan tebal berwarna abu-abu pada tenggorokan. Akibatnya, penderita menjadi sulit makan dan bernafas.

Penyakit yang disebabkan bakteri "corynebacterium diptheriae" tersebut sangat mudah menular sehingga harus segera diobati.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan sampai November, terdapat 95 kota dan kabupaten dari 20 provinsi melaporkan kasus difteri.
(E013)