Pegawai kontrak korban PHK akan mengadu Presiden

id korban PHK

Pegawai kontrak korban PHK akan mengadu Presiden

Pegawai kontrak Pemkab Bantul yang terkena pemberhentian kerja (Foto Antara/Hery Sidik)

Bantul (Antaranewsjogja) - Para pegawai kontrak di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terkena pemutusan hubungan kerja beberapa waktu lalu akan mengadu ke Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan aspirasi dan kondisi yang dialami.

"Kami sudah siapkan surat aduan kepada Pak Presiden, bahkan kami akan kirim beberapa orang untuk ke Jakarta," kata Koordinator Forum Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) korban PHK massal Bantul Raras Rahmawatiningsih di Bantul, Minggu.

Menurut dia, langkah akan mengadukan ke Presiden itu ditempuh karena sudah beberapa kali melakukan aksi dan mengadu ke anggota DPRD Bantul sebagai bentuk protes atas kebijakan PHK kepada para PPPK tidak ada tindaklanjutnya.

Pihaknya menyampaikan protes karena para PPPK yang mendapatkan hasil TMS (tidak memenuhi syarat) usai psikotes pada 11-15 Desember 2017 yang artinya dinonaktifkan itu dianggap para PPPK korban PHK tidak adil, karena merasa tidak punya kesalahan.

Oleh sebab itu, kata dia, pihaknya berharap bisa bekerja lagi karena semua PPPK korban PHK mempunyai keluarga yang menjadi tanggungan, selain itu juga tidak mempunyai kesalahan dalam bekerja selama belasan tahun mengabdi.

"Jika hanya berdasarkan psikotes atau karena bukan orang-orangnya Bupati untuk dasar rekomendasi pemberhentian kami, tentu kami akan berjuang untuk bisa bekerja kembali, bahkan sampai dengan penyampaian aspirasi kami ke presiden," katanya.

Sementara itu, menurut dia, dalam perkembangan berita yang ditulis di berbagai media massa, Bupati pernah mengatakan bahwa pemberhentian ratusan PPPK di beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) Bantul yang kelebihan pegawai untuk efsiensi anggaran.

"Jika ini untuk efisiensi anggaran, kenapa PPPK yang dinonaktifkan sekitar 300an orang, tetapi selang beberapa hari kemudian Pemkab Bantul membuka penerimaan pegawai kontrak baru sebanyak 666 orang, apa itu efisiensi?," katanya.

Selanjutnya, terkait dengan pemberhentian para PPPK untuk penataan pagawai, ia mempertanyakan itu karena selama ini para PPPK dalam bekerja tidak punya kesalahan, meski begitu jika ada kesalahan seharusnya ada diklat atau bimbingan yang itu merupakan kewajiban Pemda.

"Pemkab juga menyarankan agar para PPPK yang hasilnya TMS bisa mendaftar lagi di penerimaan pegawai kontrak, tetapi bagaimana kami bisa mendaftar lagi, sedangkan usia kami rata-rata sudah tidak memenuhi persyaratan administrasi lagi," katanya.

Raras yang mantan PPPK di Dinas Perdagangan Bantul ini mengaku banyak efek psikis bagi PPPK yang dinonaktifkan sepihak tanpa pemberitahuan dulu, bahkan sampai ada keluarga PPPK yang syok karena mendapat kabar pemberhentian kerja itu.

"Banyak dampak yang sangat dirasakan dan menekan keluarga karena kebijakan pemberhentian itu," kata Raras yang ditugaskan di staf Dewan Kerajinan Nasional (Dekrasnasda) Bantul selama lebih dari 10 tahun tersebut.

(KR-HRI)