"Tindakan tegas tidak hanya bagi pelaku aksi intoleransi, namun juga otak di balik peningkatan aksi kekerasan ini, sesuai dengan instrumen hukum yang berlaku," kata Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid di Yogyakarta, Minggu.
Menurut Alissa, hak merasa aman dan hak untuk beribadah adalah hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia, karena itu pelanggaran terhadap hak-hak tersebut tidak dapat diterima.
"Oleh karena itu tidak perlu ragu dan tidak takut kepada siapapun dan kelompok manapun yang melakukan kekerasan serta melanggar hak-hak tersebut," kata dia.
Selain aparat keamanan, menurut dia, Pemerintah dari tingkat Pusat maupun tingkat kabupaten/kota perlu mengembangkan respons yang komprehensif untuk mengelola persoalan ini, terutama dengan mengaitkan dinamika politik di tahun 2018-2019 ini.
"Situasi ini tidak dapat dikelola dengan pendekatan kasus per kasus, namun perlu dilihat dan direspons secara menyeluruh," kata dia.
Menurut dia, agar toleransi antarumat beragama bisa dilestarikan, Alissa juga berharap para pemuka agama mampu mengambil kepemimpinan aktif dalam memperkuat tali persaudaraan sebangsa di antara kelompok-kelompok umat beragama, utamanya di tingkat akar rumput.
"Masyarakat juga dapat menyikapi persoalan ini dengan bijak, tidak mudah terprovokasi oleh sentimen-sentimen kebencian dan permusuhan, namun juga secara aktif bertindak dan tidak diam saat terjadi ketidakadilan dan penindasan," kata dia.
Berpijak dari peristiwa itu, Alissa menilai seluruh warga Negara Indonesia yang cinta perdamaian dan kesatuan bangsa lebih lantang menyuarakan kehendak dan cita-citanya untuk Bangsa yang Adil, Makmur, Sentosa.
"Kita tidak bisa sentosa, bila ketidakadilan masih merajalela. Sebagaimana Gus Dur telah menyampaikan bahwa perdamaian tanpa keadilan hanyalah ilusi," kata dia.