Tinggal di daerah perang, 350 juta anak terancam kematian akibat kekerasan

id Anak,Kekerasan

Tinggal di daerah perang, 350 juta anak terancam kematian akibat kekerasan

Ilustrasi (Pixabay)

London (Antaranews Jogja) - Lebih dari 350 juta anak-anak tinggal di daerah perang dan terancam kematian akibat kekerasan, demikian laporan badan internasional nirlaba Save The Children, Kamis (15/2).

Lembaga tersebut mengatakan bahwa Suriah, Afghanistan dan Somalia menjadi negara terburuk bagi anak-anak.

Dalam laporannya, Save The Children mencatat bahwa sedikit-dikitnya 357 anak-anak, atau sekira satu di antara enam anak di seluruh dunia, tinggal di daerah perang. Angka itu naik 75 persen sejak awal 1990-an.

Selain itu, lembaga tersebut juga mencatat bahwa ingginya tingkat urbanisasi, sengketa berkepanjangan dan kenaikan jumlah sekolah maupun rumah sakit menjadi sasaran serangan, memberi iuran besar pada peningkatan ancaman bagi kehidupan anak-anak.

Ancaman lain bagi anak-anak, dikemukakannya pula, adalah penculikan dan kekerasan seksual.

"Kami menyaksikan angka kenaikan mengejutkan dalam jumlah anak yang tumbuh di area yang terdampak konflik. Mereka mengalami kekerasan yang sangat besar," kata Helle Thorning-Schmidt, direktur pelaksana Save The Children, seperti dikutip Reuters.

Ia menimpali, "Anak-anak mengalami penderitaan yang seharusnya tidak boleh mereka alami. Rumah, sekolah, dan tempat mereka bermain telah menjadi medan peperangan."

Sementara itu, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mencatat ada lebih dari 73.000 anak telah tewas atau menderita cacat permanen akibat 25 konflik sejak tahun 2005.

Sejak 2019 PBB mencatat angka kasus kematian yang telah terverifikasinaik hampir 300 persen.

Sejumlah badan bantuan internasional juga melaporkan bahwa angka sebenarnya bisa jadi jauh lebih tinggi mengingat sulitnya verifikasi di daerah perang.

Save The Children mengumumkan bahwa semakin memburuknya situasi bagi anak di zona konflik disebabkan oleh meningkatnya pertempuran di kota-kota. Para petempur kini juga sering menggunakan bom di area padat penduduk.

Anak-anak, dilaporkannya pula, menjadi sasaran taktik brutal. Mereka dipaksa menjadi pelaku bom bunuh diri.

Timur Tengah menjadi kawasan terburuk bagi anak-anak dengan angka dua per lima yang tinggal di kawasan konflik, diikuti oleh Afrika, yang menjadi tempat 20 persen anak-anak tumbuh di daerah perang.

"Anak-anak di kawasan perang di seluruh dunia menjadi sasaran serangan dengan tingkat mengerikan. Pelaku perang dengan sengaja tidak mengindahkan hukum internasional," kata Manuel Fontaine, kepala divisi penanganan keadaan darurat badan anak-anak PBB (UNICEF).