Rusia: masa depan gencatan senjata Ghouta Timur bergantung pada pemberontak

id Rusia,Pemberontak

Rusia: masa depan gencatan senjata Ghouta Timur bergantung pada pemberontak

Anggota pertahanan sipil Suriah membawa seorang anak yang terluka di kota terkepung Hamoria, Ghouta Timur, Damaskus, Suriah, Sabtu (6/1/2018). ( (REUTERS/BASSAM KHABIEH)

Moskow (Antaranews Jogja) - Kremlin menyatakan masa depan gencatan senjata di daerah kantong dekat Damaskus akan bergantung pada pemberontak yang berada di sana, sementara militer Rusia menuduh petempur kelompok tersebut melanggar "jeda kemanusiaan" yang diserukan Moskow.

"Itu akan bergantung pada bagaimana kelompok-kelompok teroris berperilaku, apakah mereka akan melepaskan tembakan, apakah provokasi dari mereka akan terus berlanjut," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan pada Selasa (27/2), saat ditanyai apakah gencatan senjata lima jam sehari akan diperpanjang.

Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin memerintahkan "jeda" harian dari pukul 09.00 sampai 14.00 untuk mengevakuasi warga sipil dari daerah kantong yang dikuasai pemberontak, Ghouta Timur, di luar Damaskus, setelah pemungutan suara Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui gencatan senjata 30 hari.

Namun PBB menyatakan pada Selasa bahwa pertempuran berkecamuk di daerah tersebut meski ada gencatan senjata, membuat operasi bantuan menjadi mustahil dilakukan.

Rusia mengatakan pasukan utama di Ghouta Timur, seperti kelompok Jaish al-Islam dan Ahrar al-Sham, adalah kelompok teroris yang tidak termasuk dalam persyaratan gencatan senjata.

Kedua kelompok itu, bersama dengan faksi Faylaq al-Rahman, pada Selasa menyatakan dalam surat yang ditujukan ke PBB bahwa mereka bersedia menumpas petempur ekstremis dari Ghouta Timur begitu gencatan senjata mulai berlaku.


Lima Jam Tak Cukup

"Kita mestinya melihat dalam praktiknya apakah permohonan ketiga kelompok bersenjata ilegal...untuk mengajukan resolusi UNSC sesuai dengan niat mereka," kata Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dalam konferensi pers bersama dengan timpalannya dari Prancis, Jean-Yves Le Drian.

Selain bentrokan lanjutan yang menewaskan satu warga sipil di Ghouta Timur, tingkat kekerasan menurun signifikan selama jeda lima jam dibandingkan dengan titik lain sejak 18 Februari, ketika rezim memulai serangan di daerah itu.

Namun jendela lima jam itu tidak cukup menurut Le Drian. 

"Lima jam pertama gencatan senjata adalah kemajuan nyata. Kami mendukungnya, namun itu hanya satu langkah," katanya di Moskow.

Moskow menuduh faksi-faksi pemberontak di Ghouta Timur tidak mengizinkan warga sipil menyelamatkan diri melalui pos pemeriksaan pemerintah Suriah.

"Ada tembakan intens dari militan dan tidak satu pun warga sipil keluar," kata Jenderal Viktor Pankov kepada kantor berita Rusia.

Pejabat Rusia lain yang ada di tempat kejadian, Vladimir Zolotukhin, mengatakan kepada media Rusia pada Selasa bahwa para petempur di Ghouta Timur telah melepaskan 22 tembakan di Damaskus dalam 24 jam, demikian menurut siaran kantor berita AFP. (mr)