Pengamat: pemerintah harus cermat soal "holding" BUMN

id rizal ramli

Pengamat: pemerintah harus cermat soal "holding" BUMN

Rizal Ramli (Foto antaranews.com)

Jakarta (Antaranews Jogja) - Pemerintah harus cermat dalam merealisasikan pembentukan perusahaan induk atau "holding" badan usaha milik negara (BUMN), khususnya terkait efektivitas dan efisiensi, kata pengamat ekonomi Rizal Ramli.

"Pemerintah harus berhitung secara matang terkait realisasi konsep 'holding' BUMN tersebut," kata Rizal Ramli dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Apa yang dilakukan pemerintah terkait holding BUMN, kata mantan Menko Ekuin tersebut, sampai saat ini masih terdapat sejumlah hal yang dinilai luput dari analisa seperti efektivitas dan efisiensi manajemen BUMN.

"Pembentukan 'holding' hanya bermanfaat jika peningkatan efisiensi biaya dan adanya sinergi akibat 'economic of scale' (skala ekonomi). Jika tidak ada penurunan biaya dan peningkatan pendapatan, pembentukan 'holding' menjadi gagal dan tidak bermanfaat," katanya.
      
Ia memberikan contoh pembentukan "holding" tambang, belum menunjukkan hasil yang maksimal.

"Sebenarnya rencana 'holding' BUMN itu bagus di atas kertas. Tapi, pemerintah tergesa-gesa dan hasilnya tidak sesuai dengan harapan," katanya.

Oleh karena itu, mantan Menko Kemaritiman itu meminta pemerintah berhati-hati dalam mengimplementasikan "holding" BUMN.

"Jika kegagalan itu yang terjadi, maka pembentukan 'holding' akan menambah birokrasi dan memperpanjang rantai pengambil keputusan dan juga biaya. Jangan sampai saat ide 'holding' BUMN bersifat coba-coba," kata Rizal.

Guna merealisasikan konsep "holding" BUMN pemerintah telah merilis sejumlah landasan hukum seperti Peraturan Pemerintah (PP) 72/2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.

Dalam beleid tersebut, wacana "holding" akan menyasar banyak BUMN yang bergerak di sektor pertambangan, minyak dan gas bumi, perbankan, pangan, dan konstruksi.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024