Kemristekdikti: evaluasi publikasi ilmiah profesor tetap dilakukan

id ali ghufron mukti

Kemristekdikti: evaluasi publikasi ilmiah profesor tetap dilakukan

Ali Ghufron Mukti (Foto Antara)

Jakarta (Antaranews Jogja)- Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Ali Ghufron Mukti mengatakan evakuasi publikasi ilmiah bereputasi internasional profesor dan dosen tetap dilakukan namun yang berbeda hanya waktu pemberlakuan pemangkasan tunjangan kehormatan.

          "Evaluasi untuk publikasi tetap dilakukan sepanjang periode 2015 hingga November 2017. Namun yang berbeda hanya waktu penerapan pemangkasan tunjangannya yang baru akan diterapkan pada November 2019," ujar Ghufron di Jakarta, Senin.

         Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) melakukan revisi mengenai peraturan menteri terkait tunjangan kehormatan profesor atau Permenristekdikti Nomor 20 Tahun 2017 Tentang Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor.

          Dalam Permenristekdikti 20/2017 disebutkan bahwa tunjangan kehormatan profesor akan diberikan jika memiliki paling sedikit memiliki satu jurnal internasional bereputasi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Jika tak memenuhi persyaratan maka tunjangan tersebut akan dihentikan sementara.

         Berdasarkan aplikasi Science and Technology Index (SINTA) Ristekdikti selama tiga tahun terakhir, per akhir 2017 baru ada 1.551 orang profesor yang publikasinya memenuhi syarat sesuai dengan Permenristekdikti Nomor 20 Tahun 2017.

            Padahal, jumlah profesor yang sudah mendaftar pada aplikasi SINTA sebanyak 4.200 orang. Sedangkan untuk lektor kepala, dari 17.133 orang yang mendaftar SINTA, hanya 2.517 orang yang lolos memenuhi syarat publikasi.

         "Jumlah dosen Indonesia saat ini tercatat 283.653 orang, yang 5.463 di antaranya adalah profesor, 58.986 lektor, dan 32.419 merupakan lektor kepala. Dengan demikian memang belum semuanya mendaftar pada aplikasi SINTA. Bisa jadi para dosen tersebut produktif tetapi tidak terdeteksi karena tidak ada dalam sistem," tutur Ghufron.

             Peraih gelar Doktor Kehormatan bidang kesehatan dari Coventry University Inggris itu mengimbau para dosen untuk tidak sembarangan memasukkan tulisan ilmiahnya ke dalam jurnal yang tidak bereputasi.

         "Tapi tidak selamanya juga harus Scopus. Bisa jurnal bereputasi lainnya," tegas dia.

           Menurut Ghufron, dalam penulisan publikasi internasional, seorang dosen atau profesor tidak harus menjadi penulis pertama, tetapi juga bisa bekerja sama dengan dosen atau peneliti lain. .

       Ghufron juga mengakui ada beberapa kendala yang membuat dosen kurang produktif untuk menulis seperti waktu dosen Indonesia habis untuk mengajar, budaya menulis ilmiah masih rendah, tidak semua dosen mudah mencari dana penelitian, serta tidak ada sanksi yang tegas bagi mereka yang tidak menjalankan tugasnya.
Pewarta :
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024