Realisasi retribusi tambang Kulon Progo Rp1 miliar

id Sungai Progo,Tambang pasir,Tambang batu andesit,Kulon Progo

Realisasi retribusi tambang Kulon Progo Rp1 miliar

Masyarakat menambang pasir di Sungai Progo (Foto ANTARA/Mamiek)

Kulon Progo (Antaranews Jogja) - Realisasi retribusi tambang pasir dan batu andesit di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Januari-Februari 2018 baru mencapai Rp1 miliar dari target Rp16 miliar.

"Pendapatan retribusi tambang paling banyak disumbang dari retribusi tambang pasir karena lokasi penambangannya sangat banyak dibanding dengan lokasi penambangan batu andesit," kata Kepala Bidang Pendapatan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Kulon Progo Sunaryo di Kulon Progo, Rabu.

Ia mengatakan pihaknya membuat 12 titik pos penjagaan yang bertugas menarik retribusi terhadap setiap armada yang membawa material tambang batu andesit dan pasir, atau tanah uruk. Lokasi penjagaan tersebar di Kokap, Girimulyo, Pengasih, Sentolo, Galur, dan Lendah.

"Kami belum ada rencana penambahan lokasi penjagaan penarik retribusi material tambang. Namun tidak menutup kemungkinan ada penambahan pos penjagaan bila terdapat penambahan jumlah lokasi tambang," katanya.

Meski demikian, ia mengakui adanya kebocoran retribusi yang disebabkan penambangan diluar ketentuan jam tambang. Misalnya penambang pasir banyak yang menambang di atas pukul 17.00 WIB, begitu juga tambang andesit. Kendaraan pengangkut material batu andesit yang menghindari pembayaran pajak, mereka beroperasi dari 17.00 hingga 21.00 WIB.

Berdasarkan ketentuan aturan yang ada, waktu yang diperbolehkan untuk menambang yakni 07.00 sampai 17.00 WIB. Di luar jam tersebut termasuk dalam pelanggaran yang menyebabkan kebocoran atau merugikan pemkab.

"Kami akan bekerja sama dengan pihak lain untuk mengantisipasi masalah keboroan tambang di Kulon Progo," katanya.

Anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Kulon Progo Hamam Cahyadi meminta pemerintah setempat membuat pos penarikan pajak dan menempatkan petugas pemungut pajak tambang mineral bukan logam dan batuan.

Hamam mengatakan, saat ini wajib pajak menghitung sendiri berapa kendaraan yang digunakan untuk mengambil, mengangkut bahan galian. Kelemahannya, selain tidak sesuai dengan volume galian yang diambil, sering kali terjadi ketidakjelasan material yang diambil.

"Izinnya tanah uruk, tapi realitasnya tambang batu andesit. Hal ini karena penambang menghitung sendiri, sehingga yang dibayar tanah uruk," katanya.

Untuk itu, anggota dewan minta data faktual di lapangan. Setiap truk, muatan valumenya dan jenis galian yang dibawa dibayarkan pajaknya. "Sehingga butuh petugas pengecek dan CCTV di setiap lokasi penambangan," katanya.

(U.KR-STR)